Ini Deretan RUU yang Masih Mandek di DPR
Sejumlah rancangan undang-undang (RUU) hingga kini masih mandek di DPR tanpa kepastian pengesahan. -FOTO PEXELS/BERITASATU.COM -
JAKARTA - Sejumlah rancangan undang-undang (RUU) hingga kini masih mandek di DPR tanpa kepastian pengesahan. Proses panjang pembahasan sering terhambat oleh tarik-ulur antara pemerintah dan DPR.
Kondisi ini dinilai mencerminkan ketidaktegasan serta kurangnya motivasi dalam memberantas ketidakadilan yang masih terjadi di Indonesia.
Selain itu, tertundanya RUU juga kerap dipicu oleh perbedaan pandangan antarfraksi, rendahnya prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), hingga adanya penolakan dari masyarakat.
Adapun RUU yang hingga kini belum tuntas di DPR di antaranya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) . RUU ini sudah mulai dibahas sejak 2004. Namun, setelah 21 tahun berjalan, RUU ini belum menemukan titik terang.
Banyak pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia maupun di luar negeri dengan sabar menantikan perlindungan hukum yang layak.
Kabar baiknya, RUU PPRT akhirnya masuk dalam Prolegnas 2025 dan dijadwalkan kembali untuk dibahas.
Lalu RUU Perampasan Aset juga mengalami kebuntuan lebih dari 10 tahun di DPR. Kini, rancangan aturan ini akhirnya masuk dalam Prolegnas 2025 sehingga memiliki peluang untuk kembali dibahas.
RUU Perampasan Aset menjadi bagian dari 17+8 Tuntutan Rakyat yang didesak dalam aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu.
Publik menilai keberadaan RUU ini sangat penting karena bisa memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Kemudian, RUU Masyarakat Adat yang sudah mandek selama lebih dari 14 tahun di DPR tanpa kepastian pembahasan. Padahal, pada 2024 tercatat ada 140 kasus kriminalisasi dan perampasan wilayah adat.
Meski peraturan daerah (perda) terbukti cukup kuat untuk melindungi hak masyarakat adat, pemerintah pusat tetap dinilai perlu turun tangan.
Kehadiran RUU Masyarakat Adat diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum yang lebih menyeluruh dan konsisten.
Selanjutnya, RUU Transportasi Online. Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) menyatakan kekecewaan karena regulasi yang ada belum memberikan perlindungan memadai.
Pada 20 Mei 2025, mereka menggelar unjuk rasa menuntut potongan biaya aplikator yang lebih adil serta pengakuan sebagai pekerja tetap yang dilindungi hukum.
Aspirasi tersebut kemudian disusun menjadi RUU Transportasi Online. Sayangnya, hingga kini belum ada kejelasan kapan RUU ini akan ditetapkan.
RUU Kawasan Industri juga menjadi salah satu rancangan yang masuk Prolegnas 2025. Kehadiran undang-undang ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi pemerintah daerah, investor, maupun masyarakat.
Lebih jauh, RUU Kawasan Industri juga diharapkan menjadi fondasi kuat dalam perlindungan lingkungan hidup, nelayan, petani, serta ekosistem pesisir yang sering terdampak pembangunan kawasan industri.
RUU Polri kini kembali masuk dalam Prolegnas 2025. Rancangan ini merupakan revisi dari UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sebelumnya, pembahasan RUU Polri tertunda karena menunggu kepastian revisi UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Penyelarasan ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih antara RUU Polri, RUU Perampasan Aset, dan aturan hukum lainnya.
Deretan RUU yang masih mandek di DPR menunjukkan betapa sulitnya proses legislasi berjalan mulus di Indonesia. Selain itu, tertundanya RUU juga kerap dipicu oleh perbedaan pandangan antarfraksi. (beritasatu/c1/yud)