Usulan Kenaikan Dana Parpol Jadi Rp 3.000 Disorot, Perludem Desak Reformasi Transparansi

NAIK 3 KALI LIPAT!: Dana parpol diusulkan jadi Rp3.000 per suara. Perludem menilai hal itu harus diiringi reformasi transparansi. --

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan kenaikan bantuan keuangan untuk partai politik dari sebelumnya Rp1.000 menjadi Rp 3.000 per suara sah. Usulan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam rapat anggaran bersama Komisi II DPR RI, Selasa (8/7), dengan tambahan anggaran mencapai Rp414 miliar untuk Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum).
Namun, usulan ini menuai tanggapan kritis dari berbagai pihak. Peneliti Yayasan Perludem, Haykal, menilai penambahan dana tidak cukup bila tak diikuti dengan reformasi sistem pelaporan keuangan partai politik yang lebih transparan dan akuntabel.
“Bagi kami isu dana bantuan parpol ini tidak hanya sebatas penambahan jumlah saja, namun juga upaya untuk menciptakan iklim demokrasi yang lebih baik,” ujar Haykal saat dikonfirmasi pada Selasa, 15 Juli 2025.
Haykal menekankan perlunya rasionalisasi penghitungan bantuan keuangan partai berdasarkan kebutuhan riil serta tujuan demokrasi yang ingin dicapai. Ia juga mendorong adanya penguatan regulasi agar sistem pelaporan keuangan lebih terbuka.
“Kalau hanya penambahan saja, tentu ini tidak menjadi upaya pembenahan dan demokratisasi partai politik. Usulan ini harus disertai revisi UU Parpol agar mengakomodasi transparansi pelaporan keuangan,” tegasnya.
Berbeda pandangan, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Politik, Riyono Caping, justru mendukung penuh usulan tersebut. Menurutnya, dana parpol saat ini terlalu kecil dan tidak cukup mendukung fungsi pendidikan demokrasi partai.
“Dana parpol adalah dana pendidikan demokrasi sesuai tupoksi partai. Penambahan ini penting untuk memperkuat pendidikan politik ke rakyat,” kata Riyono.
Sebagai informasi, aturan mengenai bantuan keuangan untuk partai politik diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018, sebagai perubahan atas PP Nomor 5 Tahun 2009. Dana parpol diberikan secara proporsional berdasarkan perolehan suara sah di DPR, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota, baik dari APBN maupun APBD.
Selain untuk dana parpol, Mendagri juga mengusulkan tambahan anggaran untuk mendukung proses seleksi 12 komisioner/anggota KPU dan Bawaslu pusat.
Usulan ini kini menjadi sorotan, terutama dalam konteks efektivitas penggunaannya dan urgensi pengawasan lebih ketat terhadap laporan keuangan partai, demi menjaga kualitas demokrasi Indonesia.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Said Abdullah menilai wacana penambahan anggaran untuk partai politik dari Rp 1.000 menjadi Rp 10 ribu per suara belum merupakan kebutuhan mendesak. Hal ini disampaikan Said menanggapi usulan dari PKS dan Gerindra mengenai peningkatan dana parpol.
“Belum terlalu urgen untuk saat ini karena kondisi keuangan negara belum memungkinkan,” ujar Said kepada awak media, Rabu (28/5).
Ketua Badan Anggaran DPR RI tersebut menambahkan bahwa pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran, sehingga permintaan kenaikan dana untuk partai politik sebaiknya dipertimbangkan kembali.
“Toh pemerintah sedang melakukan efisiensi, lalu tiba-tiba ada tambahan untuk dana parpol. Itu tidak elok di mata masyarakat,” tambahnya.
Meski begitu, Said tidak memungkiri bahwa partai politik membutuhkan dana operasional untuk kegiatan seperti kaderisasi dan diskusi. Namun, menurutnya, permintaan kenaikan dana seharusnya dibarengi dengan penguatan kapasitas internal partai.
“Kapasitas seperti SDM dan kelembagaan perlu ditingkatkan terlebih dahulu, karena dana yang dikelola berasal dari APBN,” tegas Said.
Wacana peningkatan dana partai politik mengemuka setelah pernyataan Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, pada Kamis (15/5). Ia menyatakan bahwa peningkatan dana parpol bisa menjadi salah satu langkah untuk mencegah praktik korupsi di Indonesia.
“KPK sudah beberapa kali memberikan rekomendasi agar partai politik dibiayai dari APBN dalam jumlah yang memadai,” ujar Fitroh.
Usulan konkret datang dari PKS yang mengajukan agar dana parpol dinaikkan dari Rp 1.000 menjadi Rp 10 ribu per suara. “Idealnya paling tidak Rp 10 ribu per suara. Sekarang kan cuma Rp 1.000,” kata Bendahara Umum PKS, Mahfudz Abdurrahman, Sabtu (24/5).
Senada dengan PKS, Partai Gerindra melalui Sekjen Ahmad Muzani juga mendukung kenaikan tersebut setelah berdiskusi dengan berbagai pihak. “Menurut saya, angka Rp 10 ribu per suara sudah masuk akal,” ujar Muzani pada Rabu (21/5).
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyalurkan bantuan keuangan partai politik sebesar Rp20,07 miliar kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra. Penyerahan dilakukan oleh Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri Bahtiar kepada Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani di kantor DPP Gerindra, Jakarta Selatan, Rabu (21/5).
’’Setiap tahun, kami menyalurkan bantuan keuangan parpol tingkat pusat melalui APBN. Dalam lima tahun terakhir, akuntabilitas Partai Gerindra dinilai sangat baik berdasarkan audit BPK,” ujar Bahtiar.
Bahtiar menegaskan bahwa partai politik adalah pilar utama demokrasi, sehingga negara perlu mendukung operasionalnya secara berkelanjutan. Ia juga mendorong revisi Undang-Undang Partai Politik agar memberi fleksibilitas lebih, termasuk membuka peluang bagi partai untuk memiliki badan usaha.
“Kalau ormas bisa mendirikan badan usaha, kenapa partai tidak? Di negara-negara demokrasi maju seperti Jerman, partai boleh punya unit usaha. Ini soal kapabilitas dan manajemen,” katanya.
Ia menambahkan, bantuan keuangan ini bukan sekadar “bantuan” dari pemerintah, melainkan alokasi anggaran negara untuk menjaga keberlangsungan sistem politik nasional.
“Ini bukan hibah biasa. Ini bagian dari tanggung jawab negara terhadap keberlangsungan demokrasi,” jelas Bahtiar.
Sementara itu, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menyambut baik penyaluran bantuan keuangan tahun 2025 yang naik dari Rp18,2 miliar menjadi Rp20.071.345.000.
“Bagi kami, ini jumlah yang besar. Meski belum mencukupi seluruh kegiatan partai, kami bersyukur dan siap mempertanggungjawabkannya,” ujar Muzani.
Ia memaparkan, pada tahun anggaran sebelumnya, Partai Gerindra telah menggunakan 88,13 persen dana untuk pendidikan politik dan 11,87 persen untuk operasional. BPK pun memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Gerindra.
“Sejak 2013 kami dinyatakan sebagai partai paling terbuka secara informatif. Ini akan terus kami jaga sebagai bagian dari komitmen akuntabilitas,” tegas Muzani.
Menurutnya, bantuan negara terhadap partai politik merupakan bentuk komitmen menjaga kualitas demokrasi.
“Jangan sampai karena kekurangan dana, justru muncul penyalahgunaan atas nama partai. Inilah pentingnya pembiayaan partai yang sehat,” pungkasnya.
Penyaluran bantuan keuangan ini didasarkan pada hasil suara Partai Gerindra di Pemilu 2024 yang menunjukkan peningkatan dibanding pemilu sebelumnya. (disway/c1/abd)




 


Tag
Share