Indonesia Gabung BRICS, AS Naikkan Tarif Impor 32 Persen
Foto BErsama : Presiden Prabowo Subianto menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 pada Minggu, 6 Juli 2025, di Museum of Modern Art (MAM), Rio de Janeiro, Brasil. -Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr-
Arah Baru Kebijakan Ekonomi RI
JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat panas dunia dagang global. Indonesia menjadi salah satu negara yang akan dikenai tarif impor sebesar 32 persen mulai 1 Agustus 2025. Ini sebagai bagian dari kebijakan perdagangan baru Trump yang menyasar defisit dagang AS dengan 14 negara.
Pemerintah Indonesia pun langsung bereaksi. Tim negosiasi sudah dikerahkan ke Washington DC. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyebut ada ruang negosiasi hingga akhir Juli. ’’Awalnya tenggat 90 hari itu berakhir 9 Juli. Tetapi lewat keterangan terbaru dari Presiden Trump, tarif akan diberlakukan mulai 1 Agustus. Artinya ada waktu beberapa minggu ke depan untuk menyelesaikan negosiasi,” kata Hasan di Jakarta, Selasa (8/7).
BACA JUGA:Lampung Menuju Ekosistem Digital Terpadu
Dia menambahkan Menko Perekonomian saat ini dalam perjalanan dari Rio de Janeiro ke Washington DC, menyusul tim negosiator yang telah lebih dahulu tiba.
Kebijakan tarif ini diungkap langsung oleh Trump dalam surat resminya yang juga diunggah di media sosial Truth Social. Ia menyebut meski hubungan dagang AS–Indonesia kuat, defisit perdagangan Amerika terlalu besar dan perlu dikoreksi.
’’Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif 32 persen atas semua produk Indonesia yang masuk AS, terpisah dari tarif sektoral lainnya,” tulis Trump.
Tak hanya Indonesia, negara-negara ASEAN lain seperti Thailand dan Kamboja juga dikenai tarif 36 persen. Sementara Myanmar dan Laos bahkan disasar hingga 40 persen. Jepang dan Korea Selatan yang notabene sekutu utama AS dikenai tarif minimal 25 persen. Alhasil, di tengah panasnya isu tarif, Indonesia tetap menunjukkan sikap diplomatis.
Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir (Tata) menegaskan bahwa keterlibatan Indonesia dalam forum BRICS bukan untuk melawan AS. ’’Pertemuan BRICS tidak diarahkan untuk menantang negara mana pun. Yang dibahas lebih pada kerja sama multilateral, isu kesehatan, lingkungan, dan pembangunan global,” jelas Tata.
Namun demikian, Presiden Trump juga mengancam tarif tambahan 10 persen untuk negara-negara pendukung BRICS, yang dinilai bisa menekan ekspor strategis dari anggota BRICS, termasuk Indonesia.
Kepala Biro Humas Kemendag N.M. Kusuma Dewi menyatakan meski ada ancaman tarif, ekspor Indonesia masih menunjukkan tren positif. Pemerintah juga terus mendorong akses pasar baru melalui perjanjian dagang internasional dan memperkuat UMKM lewat program UMKM Bisa Ekspor.
Namun kekhawatiran tetap ada, terutama dari sektor-sektor strategis seperti tekstil, karet, baja, elektronik, dan CPO.
Menurut ekonom UPN Veteran, Achmad Nur Hidayat, kebijakan ini dapat menjadi ’’senjata makan tuan” bagi AS jika dihadapi secara kolektif oleh BRICS.
’’BRICS kini menguasai lebih dari separo populasi dunia dan PDB gabungannya telah melampaui G7 dalam PPP. Jika mereka menyatukan respons, daya tawar bisa melonjak,” katanya.