Komisi II DPR Soroti Rapat KPU-Bawaslu Sering Digelar di Luar Kota, Dinilai Beri Citra Negatif

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda saat rapat dengan KPU dan Bawaslu di kompleks parlemen, Senayan, Senin (7/7).-FOTO IST -
JAKARTA - Komisi II DPR RI menyoroti kebiasaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI yang sering mengadakan rapat koordinasi nasional (rakornas) di luar kota. Hal ini dinilai bisa memengaruhi citra penyelenggara pemilu di mata publik.
’’Substansinya saya paham rakor itu penting, tetapi citranya di masyarakat jadi kurang positif kalau sering diadakan di luar kota,” ujar Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda dalam rapat bersama KPU dan Bawaslu di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/7).
Rapat tersebut membahas Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2026. Rifqi menilai frekuensi rapat semacam rakornas maupun rapat kerja teknis (rakernis) terlalu sering dan berpindah-pindah lokasi, mulai dari Yogyakarta, Batam, hingga Makassar.
“Bayangkan kalau per komisioner bikin rapat koordinasi masing-masing, bisa tiga kali dalam seminggu. Satu di Jogja, besoknya di Batam, lusa di Makassar. Jarang di Jakarta,” tuturnya.
Ia pun mengingatkan agar pola rapat semacam ini dievaluasi agar lebih efisien. Menurutnya, tujuan koordinasi memang penting untuk konsolidasi teknis maupun memperkuat soliditas penyelenggara pemilu, tetapi pelaksanaannya perlu lebih efektif.
Senada, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong juga mengkritisi rapat koordinasi yang sering berpindah kota. Ia menilai pola tersebut justru menyulitkan jajaran KPU dan Bawaslu di daerah karena harus membagi waktu antara menjalankan tugas harian dan menghadiri rapat di luar kota.
“Teman-teman di daerah jadi hampir tidak punya waktu untuk fokus mengurus data pemilih atau kepemiluan di wilayahnya masing-masing. Terlalu seringnya acara koordinasi di luar kota bikin mereka keteteran,” kata Bahtra.
Sebagai solusi, Bahtra menyarankan agar ke depan kegiatan rapat dapat dilakukan dengan pola pembagian per provinsi. Menurutnya, sistem ini lebih efisien dan mempermudah jajaran daerah untuk tetap bisa sosialisasi ke masyarakat, sehingga partisipasi pemilu bisa meningkat.
Sebelumnya, Focus group discussion (FGD) dan seremonial pemberian penghargaan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung selama tiga hari di Hotel Emersia Bandarlampung menjadi sorotan DPRD Lampung. Anggota Komisi I DPRD Lampung Budiman A.S. menilai kegiatan yang juga melibatkan jajaran KPU dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Lampung pada 2 hingga Maret 2025 di hotel tersebut adalah pemborosan anggaran.
Padahal jelas-jelas sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran. Yaitu menginstruksikan seluruh instansi pemerintah untuk memangkas pengeluaran yang tidak perlu. Presiden menegaskan agar setiap kegiatan dilakukan di kantor sebagai bentuk efisiensi.
’’Namun, KPU Lampung justru bertindak sebaliknya. Mengabaikan instruksi efisiensi anggaran tersebut dan malah mengadakan acara di hotel,” kata Budiman, Senin (3/3)
Menurutnya jika kegiatan KPU Provinsi Lampung tersebut tidak masuk skala prioritas mestinya jangan dilakukan. ’’Karena, semua pihak harus sejalan dengan visi-misi pemerintah pusat yang sedang melakukan efisiensi besar-besaran,” tandasnya.
Sementara, Ketua KPU Lampung Erwan Bustami beralasan kegiatan tersebut tidak di aula kantor KPU Provinsi Lampung karena belum memadai. Kapasitas tempatnya tidak cukup untuk menampung semua peserta.
’’Sehingga kegiatan ini harus dilaksanakan di hotel,” terangnya seraya mengatakan terkait pemberian penghargaan diselipkan di kegiatan FGD karena untuk efisiensi anggaran.
Diketahui, Pemerintah Provinsi Lampung melakukan efisiensi anggaran pada APBD 2025 sebesar Rp600 miliar. Adapun pos kegiatan yang dilakukan efisiensi seperti belanja alat tulis kantor yang mencapai 90 persen; belanja makan dan minum rapat dan tamu kurang lebih 80 persen; belanja cetak cover dan penggandaan kurang lebih 70 persen; belanja perjalanan dinas kurang lebih 60 persen; dan belanja pemeliharaan kurang lebih 75 persen.
Lalu, belanja modal peralatan dan perlengkapan kantor kurang lebih 95 persen, belanja sewa gedung, hotel, dan ruang pertemuan kurang lebih 95 persen; belanja honoranum mencapai kurang lebih 50 persen; belanja konsultan mencapai kurang lebih 50 persen; belanja kursus/pelatihan sosialisasi bimbingan teknis serta pendidikan kurang lebih 75 persen; dan belanja yang bersifat pendukung dan operasional lainnya. (ant/c1/abd)