Koalisi Guru Prihatin terhadap Jalur Mutasi SPMB untuk Anak Guru

Radar Lampung Baca Koran--

BANDARLAMPUNG - Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI Nomor 3 Tahun 2025, pemerintah menyelenggarakan sistem penerimaan murid baru (SPMB). Jalur yang digunakan oleh calon murid baru adalah jalur domisili, afirmasi, prestasi, dan jalur mutasi. 

Melalui aturan ini, pemerintah memberikan kesempatan kepada anak guru untuk mendaftarkan diri memperebutkan kuota 5 persen bersama dengan calon murid yang berpindah akibat perpindahan pekerjaan orang tuanya. Pada ketentuan umumnya disebutkan bahwa jalur mutasi adalah jalur dalam penerimaan murid baru yang diperuntukkan calon murid yang berpindah domisili karena perpindahan tugas dari orang tua/wali dan bagi anak guru yang mendaftar di satuan pendidikan tempat orang tua mengajar.

Ternyata di lapangan, aturan jalur mutasi untuk anak guru menimbulkan banyak masalah. Setelah menerima laporan dari sejumlah guru terkait dengan jalur mutasi bagi anak guru ini, Koalisi Barisan Guru Indonesia (Kobar Guru Indonesia) merasa prihatin dan menyampaikan sejumlah pernyataan sikap. 

 

Ketua Dewan Kehormatan Pengurus Besar Persatuan Guru Seluruh Indonesia Soeparman Mardjoeki Nahali menilai bahwa aturan tentang jalur mutasi untuk anak guru sangat terbatas memberikan kesempatan mendaftar SPMB bagi anak guru. ’’Banyak guru yang tidak dapat memanfaatkan jalur mutasi karena pendaftaran hanya bisa dilakukan pada sekolah/madrasah tempat di mana guru tersebut mengajar. Jadi anak guru yang memasuki usia SD akan kehilangan haknya jika mendaftar pada SD yang bukan tempat orang tuanya mengajar,” katanya. 

 

Soeparman menjelaskan bahwa anak guru juga akan kehilangan haknya memasuki SD melalui jalur mutasi jika orang tuanya mengajar di SMP atau SMA. 

 

’’Begitu sebaliknya, ada kasus yang dialami oleh seorang guru SMP dan SMK di DKI Jakarta. Mereka berdua mempunyai kasus yang sama. Guru yang satu melaporkan bahwa tahun lalu anaknya baru bisa masuk SD ketika usianya sudah 8 tahun 4 bulan karena waktu mendaftar tahun sebelumnya tergeser oleh calon murid yang usianya lebih tua. Jalur mutasi tidak bisa dimanfaatkan karena guru tersebut mengajar di SMK. Sementara guru yang satu melaporkan bahwa anaknya tahun ini baru diterima di SD setelah usianya 8 tahun 1 bulan. Karena pada tahun lalu guru tersebut yang mengajar di SMP tidak bisa memanfaatkan jalur mutasi sehingga anehnva tergeser oleh calon murid yang usianya lebih tua. Aturan ini jelas menyulitkan pendidikan anak guru. Hal ini bertentangan dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengatur bahwa guru mempunyai hak kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putrinya. Tentu ini memprihatinkan sekali,” papar Soeparman. 

 

Laili Hadiati yang merupakan wakil koordinator bidang advokasi Perkumpulan Pendidik Sains Geografi Nusantara (Pendiks Geonusa) menambahkan bahwa kalau pun anak guru dapat menggunakan jalur mutasi untuk mendaftar di sekolah tempat orang tuanya mengajar, maka anak tersebut akan mengalami kesulitan jika sekolah tempat orang tuanya mengajar berada jauh dari lingkungan tempat tinggalnya. 

 

’’Anak usia SD dan SMP tentu lebih baik bersekolah di sekitar rumahnya. Aturan ini sepertinya tidak memperhitungkan kemungkinan munculnya masalah jarak tempuh dan kondisi anak guru,” kata Laili .

 

Tag
Share