Dia Milikmu Bukan Milikku

ILUSTRASI FREEPIK-ILUSTRASI FREEPIK-

"Tapi saat itu yang aku pikirkan adalah hubungan pertemanan kita, Vio. Aku tidak bisa memikirkan hal lain selain ..." ucapan Sara langsung aku potong. 

"Oh, jadi kau peduli dengan hubungan kita? Lantas kenapa kau tidak menceritakan hubungan kalian sejak awal? Mungkin jika aku tahu, aku akan berhenti menyukainya. Ah tidak, maksudku, mungkin aku akan memikirkannya dua kali. Lalu, bukankah kau ingat, aku pernah berkata kepadamu bahwa aku sudah sedikit hilang rasa dengan Theo? Namun yang salah tetaplah dirimu, Sara. Iya mungkin aku masih ada sedikit rasa dengannya, tapi kau… kau menghancurkan kepercayaan yang aku berikan kepadamu. Aku benar-benar kecewa kepadamu," kataku dengan beberapa kata-kata yang aku tekankan.

"Iya, aku salah. Aku memang salah, tapi aku tetap ingin hubungan kita terus baik. Aku tidak ingin hal lain dan aku minta maaf karena sudah mengecewakanmu. Aku benar-benar minta maaf," ucap Sara dengan air mata yang mulai jatuh.

Setelah itu, keadaan menjadi canggung. Kami bertengkar hebat untuk pertama kalinya selama berteman. Akhirnya bel istirahat berbunyi dan kami pergi ke kamar mandi. Saat sampai di sana pun tidak ada yang bicara. Terus begitu sampai waktu jam pulang. 

Keesokan harinya aku sempat bertemu dengan Sara di tengah jalan saat menuju ke dalam kelas, tapi kami tidak saling menyapa. Karena masalah kemarin, kami menjadi agak canggung, bahkan hanya bertatap mata saja kami langsung paham. Hubungan kami memang sangat dekat bahkan jika salah satu dari kami ada sesuatu yang berubah meskipun itu hal kecil, kami akan langsung mengetahuinya.

Aku pun masih terus memikirkan kejadian kemarin. Aku juga masih berpikir, kenapa aku tidak menangis saat mengetahui hal pahit seperti itu? Biasanya aku selalu menangis saat ada sesuatu yang membuatku sedih. Akan tetapi, kenapa kali ini tidak? Seperti ada sesuatu yang aneh. Apakah sebenarnya aku tidak mencintainya?  Tuhan, ujian apa lagi yang Engkau berikan kepadaku? Tolong berikan pentunjuk-Mu kepadaku. 

Hari libur telah berlalu dan saat ini adalah hari Senin. Aku sudah menyiapkan kata-kataku, keberanianku, dan cara agar aku tidak berbelit-belit saat berbicara dengan Theo.

“Semoga dia mau berbicara denganku. Entah kenapa aku merasa kalau dia akan menolakku mentah-mentah. Bismillahirrahmannirrahim, Allah selalu bersamaku. Apa pun yang ia katakan, aku tidak akan memedulikannya lagi,” pikirku.

Aku perlahan mulai mendekati tempat Theo berbaris. Saat aku mulai berbicara dengannya, benar saja, ia langsung menolakku. Bahkan, aku belum menyelesaikan ucapanku. Astagfirullahalazim.

Setelah berbicara sebentar dengannya, aku pergi ke barisan kelasku. Selesai upacara aku langsung pergi dari lapangan dan mampir di kantin untuk membeli beberapa jenis makanan dan jajanan karena hanya itulah caraku meluapkan rasa malu, stres, dan sedih. Aku juga tidak tahu, ada apa denganku? Kenapa aku sedih dan marah? Bahkan teman sekelasku saja heran bagaimana caraku untuk menghabiskan berbagai jenis makanan dan minuman yang aku beli. 

"Tuh kan benar. firasatku itu memang selalu benar. Ya Allah, berikan aku kesabaran," kataku seraya makan.

Hari-hari terus berganti, minggu-minggu pun berlalu. Aku sudah mulai terbiasa untuk mengikhlaskan kejadian itu. Perlahan juga hubunganku dengan Sara mulai membaik tapi kadang juga renggang. Menurutku sudah sewajarnya dalam suatu hubungan itu ada kebencian, kemarahan, kekecewaan, kebahagiaan, dan kesedihan, karena hanya lima hal itulah yang akan membuat hubungan menjadi lebih erat.

Saat ini kami sedang ada jam pelajaran olahraga dan saat ini pula aku dan Sara sedang istirahat di bawah pohon yang rindang.

"Sara, jika ada sesuatu yang aku sukai dan itu ada sangkut-pautnya denganmu, katakan saja. Jangan takut karena aku adalah tipe orang pemikir. Semua hal akan aku pikirkan dua kali," kataku membuka pembicaraan sambil tersenyum.

"Baiklah," balas Sara.

Tag
Share