Banang DPR Soroti Ekonomi Makro Pemerintah 2026

Ilustrasi utang luar negeri Indonesia.--FOTO DOK JAWAPOS.COM
JAKARTA - Badan Anggaran (Banang) DPR RI menyoroti postur awal RAPBN 2026 yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Sidang Paripurna DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5).
Ketua Banang DPR Said Abdullah mengingatkan pemerintah agar lebih berhati-hati dalam menyusun asumsi ekonomi makro dan kebijakan fiskal mengingat banyak tantangan besar, baik global maupun domestik, yang bisa memengaruhi kinerja fiskal tahun mendatang.
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2–5,8 persen, inflasi 1,5–3,5 persen, nilai tukar rupiah Rp16.500–16.900 per dolar AS, suku bunga SBN 6,6–7,2 persen, serta harga minyak mentah Indonesia (ICP) antara USD60–80 per barel.
Selain itu, lifting minyak bumi ditargetkan 600–605 ribu barel per hari dan gas bumi 953–1.017 ribu barel setara minyak per hari. Namun, proyeksi tersebut perlu diuji dengan realitas kondisi ekonomi global yang semakin tidak menentu.
"Desain fiskal kita harus realistis, apalagi menghadapi situasi ekonomi global yang tertekan akibat kebijakan perang tarif dan proteksionisme," kata Said Abdullah kepada wartawan, Selasa (20/5).
Said Abdullah menyatakan, ketegangan dagang global yang kian tajam bisa berdampak besar terhadap ekspor dan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, Indonesia harus proaktif di forum internasional dalam memperjuangkan tatanan perdagangan yang adil dan terbuka.
Said Abdullah juga mengingatkan pentingnya memperhatikan potensi shortfall penerimaan pajak di tahun 2025 yang bisa berlanjut ke 2026.
’’Rendahnya harga komoditas ekspor, lesunya konsumsi rumah tangga, dan tekanan terhadap industri dalam negeri bisa menekan penerimaan negara. Ini harus diantisipasi sejak awal,” tegas Said Abdullah.