KPK Diminta Panggil Jokowi, Aguan, dan Pihak Terkait dalam Kasus Penerbitan Sertifikat Tanah di PIK II Tangera
![](https://radarlampung.bacakoran.co/upload/e2a61636ff38eabf61136b576e280d45.jpg)
Kuasa hukum warga Kohod membeberkan nama-nama terkait masalah pagar laut. FOTO DISWAY--
JAKARTA, RADAR LAMPUNG - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memanggil Presiden Ke-7 RI Joko Widodo dan pemilik PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma (Aguan).
Kemudian mantan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, serta sejumlah pihak lainnya terkait kontroversi penerbitan 263 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan 17 sertifikat hak milik (SHM) di wilayah PIK II, Tangerang, Banten.
Petrus menegaskan, pemanggilan tersebut penting untuk memastikan apakah terdapat dugaan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam penerbitan sertifikat tersebut.
"KPK perlu memanggil Jokowi, Aguan, Hadi Tjahjanto, Nono Sampono, Freddy Numberi, dan pihak terkait untuk memberikan keterangan guna memastikan apakah telah terjadi tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam proses ini," ujar Petrus dalam keterangannya pada Sabtu, 8 Februari 2025.
Menurut Petrus, ada fakta yang menunjukkan bahwa sebanyak 263 SHGB dan 17 SHM diterbitkan di atas wilayah pesisir laut PIK II, yang menurut aturan hukum, seharusnya tidak dapat dijadikan objek sertifikasi. Dari jumlah tersebut, 234 bidang dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur (PT IAM) dan 20 bidang oleh PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS), kedua perusahaan yang berafiliasi dengan PT Agung Sedayu Group (PT ASG).
BACA JUGA: PT TRPN Terancam Sanksi terkait Pagar Laut di Bekasi
"Penyerahan sertifikat atas tanah yang berada di wilayah laut merupakan pelanggaran terhadap UU dan bahkan UUD NRI 1945, seperti yang tercantum dalam Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 yang mencabut sejumlah pasal dalam UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil," tegas Petrus.
Petrus juga mencatat bahwa penerbitan sertifikat tersebut terjadi pada 2023, yang memungkinkan dua perusahaan tersebut untuk mengklaim hak prioritas atas tanah laut yang hilang, dan berpotensi merugikan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, langkah administratif seperti pencabutan sebagian SHGB dan SHM serta pencopotan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang dianggap perlu.
Petrus menilai, kebijakan pemerintah yang terkandung dalam UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya memberi keuntungan kepada pihak-pihak tertentu. Ia menduga terdapat hubungan antara kebijakan tersebut dengan kepentingan pengusaha dan penguasa yang diduga terjadi melalui konspirasi antara Presiden Jokowi dan pihak PT ASG untuk menguasai wilayah laut secara melawan hukum.
"Melalui kebijakan yang mengatur prioritas hak atas tanah di wilayah laut, diduga ada kepentingan pengusaha dan penguasa yang saling menguntungkan, yang memberi peluang bagi konspirasi dalam penguasaan kekayaan negara di wilayah pesisir," kata Petrus.
Petrus menegaskan bahwa langkah penyelidikan oleh KPK sangat penting untuk membongkar dugaan tindak pidana korupsi terkait penguasaan dan pemilikan wilayah pesisir laut di PIK II, Tangerang. Hal ini juga harus dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu tidak merugikan masyarakat hukum adat, tradisional, dan lokal.
BACA JUGA:Pagar Laut di Pesawaran Tak Miliki Izin?
"Karena itu, KPK perlu segera memeriksa Jokowi, Aguan, Hadi Tjahjanto, Nono Sampono, Freddy Numberi dan pihak lainnya agar kasus ini dapat terungkap dan dugaan tindak pidana dalam polemik penerbitan ratusan sertifikat tersebut bisa menjadi terang," pungkasnya. (disway/c1/abd)