Di Bawah Layangan Malam
foto pixabay-foto pixabay-
“Gan, yuk kembali ke tempat duduk. Sebentar lagi waktu istirahat habis. Guru akan segera masuk,” ajak Ditya.
Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Egan berdiri. Egan pun menyambut uluran tangan Ditya. Mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing dan menunggu guru datang.
Teng! Tong!
Benar saja yang dikatakan oleh Ditya. Bel tanda waktu istirahat telah berakhir berbunyi. Seorang guru memasuki kelas. Pak Hendra namanya, ia adalah wali kelas Egan dan Ditya. Semua murid di kelas itu kebingungan. Tidak seharusnya Pak Hendra mengajar saat itu.
“Bukannya sekarang mata pelajaran Matematika? Kenapa Pak Hendra yang masuk? Beliau kan guru PPKN,” keadaan di kelas menjadi riuh seketika. Mereka penasaran apa yang akan disampaikan oleh wali kelasnya.
“Selamat siang, anak-anak. Pada jam pelajaran kali ini, saya akan menyampaikan beberapa pesan untuk kegiatan kita pada hari Jumat sampai Minggu besok. Karena hal ini juga, kita akan pulang lebih cepat daripada biasanya,” belum selesai Pak Hendra berbicara, seisi kelas langsung heboh mendengar kalimat terakhir yang dilontarkannya.
“Perhatian! Kita akan melakukan kegiatan berkemah pada akhir pekan nanti. Saya ingin kalian membuat regu yang berisikan masing-masing empat orang. Lalu kalian harus menamai regu berdasarkan jenis hewan untuk yang laki-laki, dan bunga untuk yang perempuan. Satu regu akan ditempatkan dalam satu tenda,” jelas Pak Hendra.
Suasana hiruk pikuk. Semua siswa sibuk mencari siapa yang akan menjadi teman satu tendanya. Begitu pula dengan Ditya. Ia sudah berkumpul dengan dua orang temannya, Gilang dan Buwo. Ia berniat mengajak Egan ke dalam regunya. Tapi, saat ia hendak menghampiri Egan, Gilang menahannya.
“Dit, kamu serius mau mengajak Egan?” tanya Gilang ragu-ragu.
“Iya, Dit,” Buwo ikut nimbrung. “Kamu tahu kan bagaimana sifatnya? Kalau nanti regu kita tidak kompak bagaimana? Kita cari teman lain yang belum punya kelompok saja, yuk.”
“Iya, serius. Kalian tidak kasihan melihat Egan belum punya regu begitu? Lagi pula yang lain juga pasti sudah memiliki regu masing-masing,” jawab Ditya.
Gilang dan Buwo pun memberi anggukan kecil. Setelah mendapat persetujuan kedua teman lainnya, Ditya segera menghampiri Egan. Egan masih terduduk di kursinya. Ia terlihat santai memainkan gawainya di tengah keriuhan kelas itu. Egan tampak tak peduli.
“Egan, belum punya regu kan? Mau bergabung dengan reguku tidak?” tanya Ditya menepuk bahu Egan.
Egan melirik sebentar ke arah Ditya. Ia menganggukkan kepalanya. Bocah itu mengantungi teleponnya dan pergi bersama Ditya untuk bertemu kedua anggota lainnya.
“Halo, Egan!” sapa Gilang.