Majelis Masyayikh Uji Publik Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren

UJI PUBLIK: Majelis Masyayikh pada uji publik standar mutu pendidikan pesantren di Tangerang, Rabu (21/8). -Foto Ist-

JAKARTA - Upaya peningkatan mutu dan pengakuan pendidikan nonformal di Pesantren, Majelis Masyayikh tengah menggelar uji publik Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren. Nantinya standar ini akan diterapkan pada Pesantren di seluruh Indonesia.j

 

Uji publiknya berlangsung mulai 20 hingga 23 Agustus 2024 di Tangerang Selatan melibatkan organisasi masyarakat seperti RMI PBNU, LP2M PP Muhammadiyah, pengasuh pondok pesantren, akademisi pesantren, perwakilan asosiasi pendidikan pesantren, BAN PDM, perwakilan satuan pendidikan dan unsur pemerintah yakni Kemenag dan Kemendikbudristek.

 

Pentingnya dokumen tersebut, kata Ketua Majelis Masyayikh KH Abdul Ghaffar Rozin,  sebagai landasan bagi pendidikan nonformal di pesantren. ”Proses penyusunan dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren ini telah dilakukan kunjungan ke berbagai pesantren untuk mempelajari praktik-praktik terbaik,” ujar Gus Rozin –sapaan KH Abdul Ghaffar Rozin, Rabu (21/8).

 

Menurutnya dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren tidak sekadar standar administratif, juga merupakan upaya untuk memberikan rasa keadilan dan kesamaan hak kepada para santri Pondok Pesantren. ”Amanat Undang-Undang Pesantren sangat jelas dalam mengharuskan pendidikan nonformal pesantren, seperti pondok salaf, untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan setara dengan pendidikan formal,” jelasnya.

 

Gus Rozin juga menyatakan aturan yang dirumuskan dalam dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren harus bersifat memberdayakan, bukan membebani pesantren. ”Jangan sampai para santri salaf yang terus menerus mengabdikan umurnya untuk mengaji ini kemudian menjadi masyarakat kelas dua yang bahkan untuk melamar menjadi mudin (Kaur Kesra) pun tidak diterima karena tidak mendapat hak-hak sipilnya. Aturan maupun regulasi yang dibentuk bersifat memberdayakan, tidak memaksa tetapi memberdayakan setiap unit pesantren. Setiap pesantren adalah entitas yang unik dan karena itu perlu diberlakukan secara berbeda sesuai dengan kebutuhannya sendiri-sendiri,” papar KH Abdul Ghaffar Rozin.(wan-jp/rim)

Tag
Share