Oleh: Dr. Abdul Qodir Zaelani, S.H.I., M.A.
(Dosen Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung Sekaligus Ketua Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung)
BANDAR LAMPUNG - Pemilu telah usai. Memilih pasangan terbaik calon presiden dan wakil presiden sudah dilakukan.
Begitupun memilih calon legislatif terbaik baik di tingkat pusat, maupun daerah serta memilih legislator terbaik sudah dilaksanakan.
Sebagai warga negara yang baik, tentu mencoblos jagoannya yang terbaik bagian dari upaya menjalankan amanah konsitusi yakni bagian dari hak warga negara, memilih dan dipilih.
Selama proses menentukan pilihan, mungkin ada kalanya berseberangan atau bersinggungan dengan orang lain baik teman, saudara atau keluarga.
BACA JUGA:Pentingnya Mendirikan Salat
Keretakan persaudaraan mungkin saja terjadi selama proses menentukan pilihan tersebut. Persahabatan pun mungkin saja tercederai. Karena berbeda pilihan dan berbeda jagoan yang bersaing di ajang kontestasi politik baik di tingkat nasional, maupun lokal.
Kini Ramadan sedang berlangsung. Bagi muslim yang bijak, tentu akan menjadikan bulan ini sebagai momentum untuk merubah diri ke arah lebih baik. Memanfaatkan sebaik-baiknya bulan ini dan memperbanyak amal baik.
Salah satu momentum adalah untuk mengupayakan merekatkan kerenggangan yang pernah dilalui sebelum dan di hari pencoblosan berlangsung di Pemilu 2024.
Bulan Ramadan akan dijadikan sebagai ajang perbaikan diri semaksimal mungkin untuk mengobati luka yang pernah tergores. Muslim yang bijak akan berupaya sekuat tenaga jangan sampai momentum berharga bulan Ramadan ini berjalan begitu saja. Hampa tanpa bekas.
BACA JUGA:Puasa dan Persatuan Umat
Jangan sampai ketersinggungan, luka dan goresan yang telah melukai hati justru dibuat semakin liar dan menjadi-jadi. Memperdalam luka dan meruncingkan ketersinggungan.
Orang muslim yang bijak akan berupaya jangan sampai momentum bulan suci ini menghilangkan pahala puasa dikarenakan ucapan di media sosial. Misalnya, melukai orang lain yang berseberangan dan berbeda pilihan.
Jangan sampai status WhatsApp diisi dengan hujatan, kata-kata yang tidak bermakna, statement yang dapat memancing perselisihan dan bersifat provokatif, yang justru dapat menghilangkan pahala puasa.