Perlahan, Sasa berjalan ke arah meja pojok, dekat jendela luar. Dengan langkah kaki panjang ia mendekatinya. Dia membuka jendela yang tertutup. Sasa mengempaskan tubuhnya di sofa. Ia meraih sebuah buku novel di rak buku tepat di sebelah sofa. Buku itu menceritakan kisah seorang anak indigo yang bunuh diri akibat depresi.
Dia tersenyum saat membaca prolognya. Ternyata dia tidak separah tokoh di novel ini. Ya… tidak semua orang pengidap indigo kuat menahan beban yang menumpuk di pundaknya. Apalagi para makhluk tak kasatmata selalu menghantui anak indigo untuk membantu mereka. Tak sedikit anak indigo yang mengalami depresi karena hal itu. Saat mereka membantu untuk pergi dari dunia ini sebetulnya nyawa mereka menjadi taruhannya.
Tak terasa waktu demi waktu telah berlalu, jarum jam di dinding menunjukkan pukul 14:00. Sasa merenggangkan tubuhnya dan meletakkan kembali novel itu ke tempatnya. Tujuannya sekarang adalah kembali ke kelas. Sasa berjalan ke luar ruang perpustakaan. Dia berjalan melangkahkan kaki menuju anak tangga di samping perpustakaan. Sebenarnya, tangga di samping perpustakaan ini jarang digunakan karena tidak ada cahaya yang cukup untuk menerangi tangga dan ini membuat para siswa takut melewatinya. Apalagi, terdengar rumor tentang siswi yang meninggal akibat terjatuh dari tangga ini.
Satu per satu anak tangga ia lewati. Turunan anak tangga yang lumayan curam membuat Sasa sedikit kesulitan untuk menapakkan kakinya dari anak tangga satu ke anak tangga berikutnya.
Wuusssh…
Embusan angin menerpa kulitnya. Seketika, Sasa langsung memejamkan mata. Tiba-tiba detak jantungnya berdegup kencang, tidak seperti biasanya dia merasa ketakutan seperti ini. Perasaannya menjadi semakin tidak nyaman.
"Tolong aku!"
Terdengar lirih suara wanita di tangga itu. Sasa mempercepat langkah kakinya melewati anak tangga. Suara meminta tolong disertai tangisan memilukan cukup membuat wajah Sasa menjadi pucat. Dia merasakan energi yang sangat kuat dari wanita itu. Walaupun dia sudah sering melihat penampakan makhluk tak kasatmata, untuk saat ini ia masih tidak bisa mengatasi rasa takutnya terhadap sosok tersebut.
Sasa memejamkan mata saat merasakan tubuhnya terdorong kuat menjauh dari anak tangga yang dipijaknya. Bruk! Terdengar suara benda jatuh saat tubuh ringkihnya membentur lantai. Dia meringis kecil merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Sasa memejamkan mata. Dia tidak akan bisa terlepas dari makhluk tak kasatmata itu jika ia tidak menolongnya. Terlihat jelas tatapan wanitu itu penuh dengan dendam. Bukannya tidak ingin membantu sahabatnya, tetapi dia benar-benar tidak bisa membantu wanita itu karena energinya telah habis. Ia membutuhkan Farah, sahabatnya yang menghuni pohon beringin dekat lapangan basket. Sasa tidak mampu menahan energi jahat yang sangat kuat dari wanita itu. Ia harus pergi dari tempat itu. Energi negatif yang penuh dendam membuatnya merasa ngeri.
"Tidak, tolong…. Saya mohon," suara erangan terdengar memelas dari wanita itu dan semakin kencang.
Sasa memberanikan diri mengangkat wajahnya. Dengan sisa-sisa keberanian yang ada, perlahan ia menatap makhluk tak kasatmata itu. Makhluk itu menatapnya secara misterius, mengancam, sekaligus menyimpan kesedihan.
"Kumohon, jangan meminta hal itu kepadaku. Aku tidak bisa membantumu," ujar Sasa.
Jika dia membantu wanita itu, risikonya dia akan kehilangan nyawa. Ini karena energinya pernah digunakan untuk membantu temannya, yaitu Farah. Saat ini energinya benar-benar terkuras habis.
"Mengapa kamu menolakku? Aku hanya ingin bertemu dengan mereka yang telah membunuhku.” Teriakan penuh amarah terdengar dari wanita itu. Dia menatap tubuh Sasa, karena dia tahu bahwa tidak ada yang bisa membantunya selain remaja di hadapannya.
Wajah Sasa semakin pucat karena secara tiba-tiba lehernya terasa tercekik. Terlihat olehnya tangan penuh darah dengan jari yang hilang terjulur ke arahnya. Melihat itu, dengan cepat ia bangun dari duduknya dan perlahan memojokkan tubuhnya ke dinding. "Farah, kumohon bantu aku!"
Wuusssh…