Sebab terus Ali Johan, asumsi DBH Provinsi sudah masuk dalam proyeksi pendapatan dalam Perda APBD. Karenanya bila DBH tidak terealisasui target akan berdampak terhambatnya pada sejumlah program yang telah direncanakan pada APBD. Salah satu kegiatan APBD 2023 yang terhambat adalah untuk membayar kepesertaan BPJS yang masuk dalam program Universal Healt Coverage (UHC).
”Sebab, anggaran untuk program tersebut bersumber dari DBH pajak rokok. Namun, realisasinya tidak sesuai target,” ucapnya.
Sebelumnya, keluhan Pemkot Bandarlampung diungkapkan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bandarlampung M. Nur Ramdhan, Rabu (3/1). Ia menyebut pemkot hingga kini belum menerima sebagian besar DBH dari Pemprov Lampung yang seharusnya selesai dibayarkan akhir 2023 lalu.
Menurutnya pada triwulan satu saja, Pemprov Lampung baru membayaŕ separo dari DBH yang seharusnya dibayarkan. Bahkan sempat tersebar kabar ada beberapa DBH akan dihapuskan.
’’Pada triwulan I Pemkot Bandarlampung hanya menerima DBH dari Pemprov Rp14,9 miliar dan itu belum termasuk bagi hasil dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor di mana berjumlah (biasanya) Rp10 miliar per triwulan. Padahal seharusnya per triwulan itu Rp25 miliar,” katanya.
Di tahun 2023, lanjutnya, Pemprov Lampung hanya membayar DBH terutang yang ada pada tahun 2022 dengan total hanya Rp124 miliar. ’’Triwulan I saja belum lunas, begitu juga dengan triwulan II, III, IV di tahun 2023 yang sampai sekarang belum juga disalurkan kepada kami. Dengan begitu, pemprov masih mempunyai utang ke kami di tahun 2024,” ujarnya.
Menurutnya hal ini merupakan salah satu faktor mengapa Pemkot Bandarlampung tidak bisa mendapatkan predikat WTP (wajar tanpa pengecualian) selama ini. ’’Selain karena utang kita, alasan kita tidak bisa WTP ya karena DBH ini. Harusnya kalau semua itu dibayarkan, kami bisa membayar utang itu dan meraih WTP,” ucapnya. (mel/wid/c1/rim)