Mendagri Usul Pilkada Dipilih DPRD

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan mekanisme pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Hal ini menuai pro dan kontra.-FOTO DISWAY -
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memunculkan kembali wacana agar pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), bukan secara langsung oleh masyarakat.
Menurut Tito, skema ini tetap sesuai dengan Pasal 18B ayat (4) UUD 1945 yang menyebut kepala daerah dipilih secara demokratis.
Tito menilai bahwa istilah "demokratis" dalam pasal tersebut tidak secara eksklusif berarti pemilihan langsung. Ia menekankan bahwa pemilihan melalui perwakilan rakyat, seperti DPRD, juga merupakan bentuk demokrasi, seraya mengingatkan bahwa praktik serupa diterapkan di berbagai negara persemakmuran, di mana perdana menteri dipilih oleh parlemen, bukan langsung oleh rakyat.
"Demokrasi perwakilan itu sah. Kalau ingin menunjuk kepala daerah langsung oleh pusat, itu perlu amandemen. Tapi jika lewat DPRD, itu masih dalam koridor konstitusi," jelas Tito saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 29 Juli 2025.
Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda turut menanggapi wacana tersebut. Ia menyatakan bahwa pasal dalam UUD 1945 memang tidak secara tegas mengatur metode pemilihan kepala daerah. “Frasa ‘dipilih secara demokratis’ membuka ruang untuk interpretasi, apakah itu secara langsung atau tidak langsung,” ujarnya.
BACA JUGA:Kemensos Putus 200 Ribu Penerima Bansos Dipakai untuk Judol,
Wacana ini bukan kali pertama mencuat. Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin juga mengusulkan agar gubernur ditunjuk oleh pemerintah pusat, sementara pemilihan bupati dan wali kota diserahkan kepada DPRD. Ia menilai cara ini bisa memangkas biaya politik yang tinggi serta mempercepat pembangunan.
Presiden Prabowo Subianto pun pernah menyampaikan pandangan senada dalam peringatan HUT Partai Golkar pada Desember 2024. Menurutnya, pelaksanaan Pilkada langsung memakan biaya besar, yang lebih baik dialokasikan untuk sektor penting seperti pendidikan dan infrastruktur.
Namun demikian, usulan ini menuai beragam reaksi. Sebagian pihak menganggapnya sebagai bentuk kemunduran demokrasi karena berpotensi mengurangi partisipasi rakyat dalam memilih pemimpinnya secara langsung.
Sebelumnya, Kekhawatiran muncul mengenai potensi pengabaian aspirasi masyarakat oleh kepala daerah jika sistem pemilihan kepala daerah bergeser dari pilkada langsung menjadi penunjukan oleh DPRD.
Mekanisme penunjukan oleh DPRD dianggap berisiko merusak prinsip check and balances dalam sistem demokrasi.
BACA JUGA: Majelis Hakim Belum Siap Vonis Kurir 9 Kg Sabu
Seorang perwakilan TII (Transparency International Indonesia) Felia Primaresti menegaskan bahwa jangan sampai DPRD memilih kepala daerah yang hanya memprioritaskan kepentingan mereka sendiri, yang bisa mematikan partisipasi publik yang seharusnya menjadi inti dari demokrasi lokal.
“Posisi eksekutif, seperti gubernur, bupati, atau wali kota, membutuhkan legitimasi yang kuat dari rakyat. Mengganti pilkada langsung menjadi penunjukan oleh DPRD dapat melemahkan demokrasi lokal,” ujar perwakilan TII tersebut.