KUALA LUMPUR — Langkah bersejarah terjadi di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2025 di Malaysia. Thailand dan Kamboja akhirnya mencapai kesepakatan gencatan senjata setelah berbulan-bulan dilanda ketegangan di wilayah perbatasan.
Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet menandatangani perjanjian tersebut, disaksikan langsung oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Kesepakatan itu mencakup pembebasan 18 tawanan perang asal Kamboja yang telah ditahan sejak pecahnya bentrokan bersenjata pada Juli lalu. Konflik singkat tersebut menewaskan puluhan orang dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi.
Perdamaian kali ini menjadi kelanjutan dari inisiatif mediasi Trump tiga bulan sebelumnya. Ia menyerukan kedua negara agar menghentikan aksi militer dan membuka kembali jalur diplomatik. Meski demikian, sejumlah laporan di lapangan masih menyebut adanya pelanggaran kecil terhadap gencatan senjata.
Anutin hampir batal menghadiri pertemuan karena wafatnya Ibu Suri Kerajaan Sirikit, namun ia tetap memutuskan hadir sebagai bentuk komitmen terhadap perdamaian regional.
Dalam deklarasi bersama, kedua pemimpin menegaskan keinginan untuk menjaga stabilitas dan menghindari penggunaan kekuatan dalam penyelesaian sengketa.
“Kami berkomitmen penuh terhadap perdamaian dan keamanan di kawasan,” ujar keduanya dalam pernyataan resmi. Trump menyebut kesepakatan ini sebagai “momen bersejarah bagi Asia Tenggara”.
Sementara Menlu Malaysia Mohamad Hasan menambahkan bahwa ASEAN akan menurunkan tim pengamat regional di wilayah konflik untuk memastikan perjanjian berjalan efektif.
“Kedua negara juga sepakat menarik seluruh senjata berat dan memulai pembersihan ranjau di sepanjang perbatasan,” jelas Mohamad.
Dengan perjanjian ini, ASEAN berharap perdamaian permanen antara Thailand dan Kamboja dapat segera terwujud.(*)