Diketahui, Pratama merupakan mahasiswa Universitas Lampung (Unila) yang meninggal dunia diduga setelah mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Kuasa hukum keluarga korban, Icen Amsterly, mengungkapkan pihaknya telah menerima surat resmi dari LPSK terkait pemberian perlindungan tersebut.
’’Surat itu kami terima pada 12 September 2025. Isinya menyatakan bahwa ibu korban, Wirna Wani, serta anggota keluarga lainnya kini berada dalam perlindungan LPSK,” ujarnya.
Permohonan perlindungan ini diajukan guna memberikan rasa aman, khususnya bagi orang tua korban, mengingat adanya tekanan dan intervensi sejak kasus ini mencuat.
Menurut Icen, kasus ini tidak hanya berdampak pada keluarga Pratama, tetapi juga terhadap para peserta Diksar lainnya.
Dari hasil asesmen LPSK, para korban maupun peserta lain juga dinilai layak mendapat perlindungan.
Sementara itu, perkembangan kasus dugaan kekerasan dan penganiayaan yang menewaskan Pratama Wijaya Kusuma kini sudah masuk tahap penyidikan.
Proses ekshumasi terhadap jenazah korban juga telah dilakukan, dan penyidik masih menunggu hasil resminya.
“Kami berharap proses hukum berjalan lancar, penyidik segera menetapkan tersangka, agar tidak ada lagi korban dalam kasus serupa,” tegas Icen.
Sebelumnya, Keluarga almarhum Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Universitas Lampung yang meninggal dunia usai mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Organisasi Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) menyetujui ekshumasi atau pembongkaran makam guna keperluan penyelidikan lebih lanjut oleh Polda Lampung.
Persetujuan tersebut disampaikan keluarga korban melalui kuasa hukumnya dengan mengirimkan surat resmi ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung.
Ekshumasi dilakukan untuk memastikan penyebab kematian Pratama, apakah akibat kekerasan atau karena faktor medis lainnya.
’’Kami ingin kebenaran terungkap. Karena banyak kejanggalan sejak awal. Ekshumasi ini langkah penting untuk mendapatkan bukti yang tidak bisa disangkal,” ujar Yosef Friadi, kuasa hukum keluarga korban.
Hingga kini, penyidik Ditreskrimum Polda Lampung telah memeriksa setidaknya 17 saksi, yang terdiri dari 12 panitia diksar, 5 peserta, ibu korban, serta dua dokter yang merawat Pratama saat menjalani perawatan di RS Bintang Amin.
Polisi juga telah meminta keterangan dari dokter spesialis saraf RSUD Abdul Moeloek yang sempat hendak melakukan operasi terhadap korban sebelum ia meninggal.
Pratama sebelumnya diketahui mengikuti Diksar Mahepel yang diikuti enam mahasiswa baru, termasuk dirinya. Dalam kegiatan tersebut, ia diduga mengalami kekerasan fisik dari senior, seperti ditendang di bagian perut dan dada, serta diperintahkan minum cairan berbahaya diduga spritus.