Menurut Bahlil, bensin campur etanol sudah diterapkan di berbagai negara dan tidak ada masalah pada mesin kendaraan. Dia mencontohkan Brasil yang menggunakan E27, Amerika Serikat E10, dan di beberap negara bagiannya sampai ada E85. Kemudian India memakai E80, Thailand E20, dan Argentina E12.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa Indonesia kehilangan devisa hingga Rp776 triliun per tahun akibat impor minyak mentah dan bahan bakar.
Menurut Bahlil, produksi minyak dalam negeri saat ini hanya sekitar 212 juta barel per tahun, sedangkan kebutuhan nasional jauh lebih tinggi, sehingga Indonesia harus mengimpor sekitar 900.000 hingga 1 juta barel per hari.
’’Dari situ, devisa kita hilang kurang lebih Rp776 triliun setiap tahun. Jadi uang kita keluar untuk membeli BBM cukup besar,” ujar Bahlil.
Bahlil menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan energi nasional. Tujuannya agar kebutuhan energi dalam negeri dapat dipenuhi secara mandiri tanpa harus bergantung pada impor.
’’Pemerintah Prabowo ingin agar seluruh kebutuhan energi dalam negeri bisa dipenuhi sendiri, sehingga uang kita tidak perlu keluar negeri. Ini juga akan menjadi instrumen penting untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, muncul pertanyaan besar mengenai strategi pemerintah dalam meningkatkan lifting minyak nasional.
Bahlil pun mengungkap beberapa upaya yang dilakukan, yakni mengusung teknologi di site pengeboran sumur, meningkatkan wilayah kerja, dan dorong kerja sama pengelolaan sumur dengan swasta dengan lelang, hingga penggunaan biodiesel. (beritasatu.com/c1)