Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Barat terus memperbarui data dampak banjir bandang yang melanda Pemangku (Dusun) Gunung Sari, Pekon (Desa) Banding Agung, Kecamatan Suoh, pada Rabu, 10 September 2025, sekitar pukul 17.00 WIB.
Hingga Kamis, 11 September 2025, BPBD mencatat sebanyak 472 jiwa mengungsi. Jumlah itu terdiri atas 130 KK dengan 342 anggota keluarga.
Selain itu, empat rumah hilang terseret arus banjir, 11 rumah rusak berat, delapan rumah rusak ringan, dan 49 rumah lainnya terdampak. Posko penanganan banjir juga telah didirikan di Pekon Gunung Sari.
Saat ini, tim gabungan yang terdiri atas BPBD, TNI, Polri, serta masyarakat setempat terus melakukan pembersihan material banjir berupa lumpur dan puing.
Sebelumnya, banjir bandang yang melanda Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh, Rabu (10/9), diduga kuat berkaitan dengan kondisi hulu sungai yang berada di kawasan TNBBS. Sungai (Way) Gunungsari, yang meluap hingga merusak rumah warga, berhulu di area konservasi tersebut.
Informasi yang dihimpun menyebut sebagian kawasan hutan TNBBS di wilayah itu telah beralih fungsi menjadi kebun kopi. Perubahan fungsi hutan ini ditengarai memperparah kerusakan daerah aliran sungai (DAS), meningkatkan risiko banjir dan longsor, hingga menimbulkan konflik satwa dengan manusia.
Camat Suoh Dapet Jakson mengakui bahwa hulu Way Gunungsari berada dalam kawasan taman nasional. Namun, ia berhati-hati menanggapi dugaan perambahan.
’’Yang jelas, hujan deras terjadi berjam-jam dan ini sudah kali kedua. Tahun 2022 lalu banjir parah juga melanda wilayah ini,” katanya.
Kepala Resor TNBBS Suoh Sulki, S.H. membenarkan hulu sungai masuk kawasan taman nasional. Meski begitu, ia enggan berspekulasi terkait isu alih fungsi hutan untuk kebun kopi.
’’Kalau soal itu lebih baik ditanyakan langsung ke Humas Balai Besar TNBBS atau Kabid Wilayah II Liwa,” ujarnya.
Sementara itu, Humas BB-TNBBS Derry Chandra Wijaya belum memberikan keterangan detail terkait luasan hutan yang rusak di wilayah Suoh-BNS. ’’Pertanyaan-pertanyaan nanti kami teruskan ke pejabat teknis, karena ini menyangkut hal yang lebih spesifik,” singkatnya.
Bencana ini juga mendapat sorotan dari kalangan pemerhati lingkungan. Anton Hilman, S.Si. menilai penjelasan bahwa banjir hanya akibat curah hujan tinggi tidak cukup. ’’Banjir besar di BNS tidak bisa dilepaskan dari kerusakan lingkungan di hulu. Pohon-pohon di hutan yang seharusnya menahan air kini banyak yang hilang, sungai juga semakin dangkal. Itu jelas memperparah luapan air,” ungkap Hilman.
Ia menegaskan, kondisi tersebut harus ditangani serius, bukan hanya dianggap dampak cuaca ekstrem. Pemerintah diminta segera mengambil langkah nyata untuk rehabilitasi alam.
“Khususnya di wilayah Suoh dan BNS yang berada di sekitar TNBBS dan hutan lindung. Aturan jelas melarang penebangan atau alih fungsi lahan,” tegasnya.Hilman juga menyinggung konflik satwa dengan warga yang kerap terjadi.
“Selama ini masyarakat BNS dihantui serangan harimau yang sudah menelan banyak korban jiwa. Itu sinyal jelas bahwa ekosistem rusak parah dan tidak boleh diabaikan,” pungkasnya. (edi/nop/rnn/c1/abd)