LAMBAR – Banjir bandang yang melanda Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh (BNS), Lampung Barat, Rabu (10/9), diduga kuat berkaitan dengan kondisi hulu sungai yang berada di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Sungai (Way) Gunungsari, yang meluap hingga merusak rumah warga, berhulu di area konservasi tersebut.
Informasi yang dihimpun menyebut sebagian kawasan hutan TNBBS di wilayah itu telah beralih fungsi menjadi kebun kopi. Perubahan fungsi hutan ini ditengarai memperparah kerusakan daerah aliran sungai (DAS), meningkatkan risiko banjir dan longsor, hingga menimbulkan konflik satwa dengan manusia.
Camat Suoh Dapet Jakson mengakui bahwa hulu Way Gunungsari berada dalam kawasan taman nasional. Namun, ia berhati-hati menanggapi dugaan perambahan.
’’Yang jelas, hujan deras terjadi berjam-jam dan ini sudah kali kedua. Tahun 2022 lalu banjir parah juga melanda wilayah ini,” katanya.
Kepala Resor TNBBS Suoh Sulki, S.H. membenarkan hulu sungai masuk kawasan taman nasional. Meski begitu, ia enggan berspekulasi terkait isu alih fungsi hutan untuk kebun kopi.
BACA JUGA:Masyarakat Lampung Diundang Salat Jumat Bersama Menag RI di Peresmian Masjid Raya Al-Bakrie
’’Kalau soal itu lebih baik ditanyakan langsung ke Humas Balai Besar TNBBS atau Kabid Wilayah II Liwa,” ujarnya.
Sementara itu, Humas BB-TNBBS Derry Chandra Wijaya belum memberikan keterangan detail terkait luasan hutan yang rusak di wilayah Suoh-BNS. ’’Pertanyaan-pertanyaan nanti kami teruskan ke pejabat teknis, karena ini menyangkut hal yang lebih spesifik,” singkatnya.
Bencana ini juga mendapat sorotan dari kalangan pemerhati lingkungan. Anton Hilman, S.Si. menilai penjelasan bahwa banjir hanya akibat curah hujan tinggi tidak cukup. ’’Banjir besar di BNS tidak bisa dilepaskan dari kerusakan lingkungan di hulu. Pohon-pohon di hutan yang seharusnya menahan air kini banyak yang hilang, sungai juga semakin dangkal. Itu jelas memperparah luapan air,” ungkap Hilman.
Ia menegaskan, kondisi tersebut harus ditangani serius, bukan hanya dianggap dampak cuaca ekstrem. Pemerintah diminta segera mengambil langkah nyata untuk rehabilitasi alam. “Khususnya di wilayah Suoh dan BNS yang berada di sekitar TNBBS dan hutan lindung. Aturan jelas melarang penebangan atau alih fungsi lahan,” tegasnya.Hilman juga menyinggung konflik satwa dengan warga yang kerap terjadi. “Selama ini masyarakat BNS dihantui serangan harimau yang sudah menelan banyak korban jiwa. Itu sinyal jelas bahwa ekosistem rusak parah dan tidak boleh diabaikan,” pungkasnya.
BACA JUGA:Wagub Jihan Perketat Pengawasan MBG: Program Makan Bergizi Jangan Jadi “Makan Beracun”
Sementara Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, angkat bicara terkait bencana banjir dan tanah longsor yang melanda dua wilayah di provinsi Lampung dalam sepekan terakhir.
Banjir dan longsor terjadi di Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat pada Senin 8 September 2025, serta banjir di Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat, pada Rabu 10 September 2025.
Kepada awak media, Mirza menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi (Pempov) Lampung telah melakukan langkah-langkah mitigasi sejak awal, khususnya dengan mencegah perusakan kawasan hutan.
“Pertama kita sudah mitigasi dengan melakukan sosialisasi. Daerah-daerah hutan lindung tidak boleh ada yang ditebangi, dirambah, atau berubah fungsi. Baik itu hutan lindung, hutan kawasan, taman nasional, dan lainnya. Karena itu adalah penjaga utama provinsi kita supaya tidak terjadi banjir dan bencana lainnya,” ujar Mirza saat ditemui di Balai Keratun, Kamis 11 September 2025.