Cara Memaafkan Diri Sendiri setelah Alami Kegagalan
FOTO STUDIOROMAN--
BANDARLAMPUNG - Kegagalan sering kali datang tanpa memberi aba-aba. Ia hadir saat seseorang merasa sudah mengerahkan seluruh kemampuan.
Ketika itu terjadi, rasa kecewa, marah, hingga penyesalan bisa menghantam bertubi-tubi. Ada yang mampu bangkit dengan cepat. Tetapi, tak sedikit pula yang tertahan oleh rasa bersalah terhadap dirinya sendiri.
Memaafkan diri setelah gagal bukanlah proses yang mudah. Namun, hal itu menjadi langkah penting agar seseorang bisa kembali melangkah. Tidak terhenti di masa lalu.
Sebelum memaafkan diri, seseorang perlu terlebih dahulu menyadari apa yang sebenarnya telah terjadi. Pengakuan terhadap kegagalan bukan berarti menghakimi diri sendiri. Melainkan bentuk keberanian untuk melihat kenyataan secara jujur.
Penelitian yang dipublikasikan oleh National Library of Medicine menyebut bahwa pengakuan atas kesalahan merupakan salah satu komponen utama dalam proses self-forgiveness atau memaafkan diri sendiri.
Dengan memahami di mana dan kapan kesalahan muncul, seseorang memiliki pijakan untuk mulai memperbaiki diri.
Selain mengenali apa yang salah, pemahaman mengenai penyebabnya juga sangat diperlukan. Itu menjadi jawaban mengapa kegagalan terjadi.
Mungkin ada kekurangan dalam persiapan, ada situasi yang tidak terduga, atau ada faktor yang berada di luar kendali.
Dalam jurnal lain, self-forgiveness disebut dapat meningkatkan kontrol diri dan daya tahan mental (resilience), yang membantu seseorang melihat kegagalan sebagai pengalaman belajar. Bukan akhir segalanya.
Cara pandang itu mengubah kegagalan menjadi bagian dari proses bertumbuh. Bukan sebagai kegagalan diri secara keseluruhan.
Namun, memahami penyebab belum cukup tanpa menerima perasaan yang datang bersamanya. Rasa malu dan sedih adalah emosi yang manusiawi.
Terpenting adalah tidak membiarkan emosi itu berlarut-larut. Apalagi hingga membuat seseorang membenci diri sendiri.
Penelitian menunjukkan bahwa memaafkan diri berkaitan dengan berkurangnya kecemasan dan depresi. Sehingga seseorang bisa hidup lebih tenang setelah melewati situasi sulit.
Memberikan ruang untuk merasakan kecewa lalu perlahan-lahan melepaskannya. Itu dapat menjadi bentuk kepedulian pada kesehatan emosional diri.
Menerima diri apa adanya juga menjadi unsur penting dalam proses pemulihan. Dalam psikologi, konsep self-compassion atau belas kasih terhadap diri sendiri memiliki hubungan erat dengan kemampuan seseorang untuk memaafkan dirinya.
Ketika seseorang mengingat bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan dan bisa melakukan kesalahan, ia tidak akan merasa sebagai satu-satunya yang gagal di dunia ini.
Ada kalimat sederhana yang bisa membantu: ’’Saya sedang belajar. Saya pantas memperoleh kesempatan kedua”. Kalimat itu bukan sekadar penghiburan. Tetapi pengingat bahwa perjuangan belum selesai.
Perjalanan memaafkan diri juga menuntut langkah nyata. Tanpa tindakan perbaikan, proses itu bisa berhenti hanya pada rasa pasrah.
Karena itu, seseorang perlu membuat rencana baru, langkah yang lebih terarah, dan kebiasaan yang membantu mencegah kegagalan serupa.
Menulis target harian, meminta umpan balik dari orang yang dipercaya, atau menata ulang strategi bisa menjadi titik awal kebangkitan.
Sebuah artikel yang dipublikasikan di Greater Good Science Center menjelaskan bahwa memaafkan diri memberikan dampak positif bagi kesehatan fisik dan mental. Karena hal itu mendorong seseorang untuk terus memperbaiki diri. Bukan terjebak dalam penyesalan.
Meski begitu, perlu diingat bahwa memaafkan diri tidak dilakukan sekali lalu selesai. Sewaktu-waktu kenangan akan kegagalan bisa kembali menghampiri. Lalu rasa bersalah kembali muncul.
Saat seperti itu, seseorang perlu kembali pada langkah awal. Yakni mengingat bahwa ia telah berusaha belajar, berubah, dan memperbaiki diri. Proses itu terus berulang, seiring seseorang melangkah menuju versi terbaik dirinya.
Kegagalan memang meninggalkan rasa sakit. Namun, rasa sakit itu bisa berubah menjadi pelajaran berharga apabila seseorang tidak terus menyalahkan dirinya.
Memaafkan diri sendiri bukan berarti menghapus kesalahan dari ingatan. Melainkan mengubah cara pandang terhadap kesalahan itu.
Dengan memaafkan diri, seseorang memberi kesempatan kepada dirinya untuk bangkit dan tumbuh. Di balik setiap kegagalan, selalu ada ruang untuk mencoba lagi.
Pada akhirnya, tidak ada manusia yang terlahir tanpa pernah jatuh. Yang membedakan adalah bagaimana seseorang memilih untuk berdiri kembali.
Memaafkan diri sendiri adalah hadiah terbesar yang bisa diberikan untuk masa depan. Sebab, jika diri sendiri tidak diberi maaf, siapa lagi yang akan benar-benar mendukung perjalanan hidup yang masih panjang di depan sana?
(harian disway/ful)