JAKARTA– Produk turunan CPO Indonesia, biodiesel, akhirnya mendapat dukungan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). WTO mengeluarkan putusan yang menguatkan posisi Indonesia dalam sengketa bea masuk imbalan (countervailing duties) yang diberlakukan Uni Eropa.
Pakar hukum kehutanan Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino, mengatakan meski sudah mendapat dukungan dari WTO, kerusakan kebun sawit akan berdampak langsung pada program strategis nasional, termasuk biodiesel.
Sadino juga mengingatkan bahwa investasi sawit memiliki karakteristik berbeda dengan tambang. Sebagian besar kebun sawit kini sudah memasuki masa replanting yang membutuhkan biaya besar untuk mempertahankan produktivitas.
"Karena itu, kepastian usaha, kepastian lahan, dan jaminan investasi perlu menjadi perhatian utama," ujarnya seperti dilansir dari Antara, Senin (25/8).
Sadino pun mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam memilih mitra kerja sama operasi (KSO) karena akan memengaruhi keberlanjutan dan produktivitas perkebunan sawit.
"Perkebunan sawit memerlukan mitra yang tidak hanya bisa memanen tandan buah segar (TBS), tetapi juga mengerti bagaimana mengelola kebun dengan baik," kata Sadino.
Pernyataan tersebut merujuk pada pengelolaan kebun sawit sitaan negara yang saat ini dipercayakan kepada PT Agrinas Palma Nusantara. Ia menegaskan bahwa kesalahan memilih operator dapat berdampak serius terhadap keberlangsungan produksi dan memengaruhi program strategis nasional seperti pemenuhan bahan baku biodiesel.
Sadino pun berharap pemerintah bersama Agrinas segera menuntaskan status hukum lahan sitaan agar pengelolaan kebun dapat berjalan optimal. Dengan kepastian tersebut, para mitra KSO diyakini akan lebih percaya diri dalam menanamkan modal.