JAKARTA – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengungkapkan lima isu krusial yang menjadi akar berbagai pelanggaran etik dan penyebab terjadinya pemungutan suara ulang (PSU) dalam pelaksanaan pilkada di berbagai daerah.
Pernyataan ini disampaikan Heddy dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Senin (14/7).
Kelima isu tersebut menurut Heddy, secara berulang muncul dalam perkara-perkara yang ditangani DKPP maupun yang berujung ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemenuhan syarat calon, yang mencakup keabsahan dokumen pendidikan serta status hukum calon yang pernah menjadi terpidana.
Pelanggaran masa jabatan, khususnya kepala daerah yang mencalonkan diri untuk periode ketiga.
Praktik politik uang, yang mencederai prinsip keadilan dan kesetaraan pemilu.
Ketidaknetralan ASN dan perangkat desa, yang secara terang-terangan mendukung calon tertentu.
Ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu, baik dalam aspek teknis maupun prosedural selama tahapan pilkada.
“Faktor syarat calon dan politik uang masih sering ditemukan meski tidak bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Namun tetap harus jadi perhatian agar tidak terus berulang,” ujar Heddy.
Ia menambahkan, jika isu-isu tersebut tidak ditangani dengan serius, bukan tidak mungkin akan terjadi “PSU di atas PSU” dalam gelaran pemilu mendatang.
DKPP, kata Heddy, menekankan pentingnya integritas penyelenggara pemilu, khususnya petugas adhoc di tingkat kecamatan, kelurahan, dan tempat pemungutan suara (TPS). Proses rekrutmen harus benar-benar mempertimbangkan rekam jejak dan integritas calon penyelenggara.
“Kami khawatir kalau tidak dimitigasi dengan baik, pelanggaran bisa terulang kembali, bahkan dalam PSU. Karena itu, rekrutmen penyelenggara adhoc harus ketat dan selektif,” tegasnya.
RDP ini turut dihadiri empat anggota DKPP lainnya, yaitu J. Kristiadi, Ratna Dewi Pettalolo, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah, serta Sekretaris DKPP David Yama.
Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk menegaskan pentingnya menyiapkan strategi mitigasi untuk menghadapi potensi pemungutan suara ulang (PSU) dan pilkada ulang di sejumlah daerah.
Pernyataan ini disampaikan dalam rapat pembahasan penyelenggaraan PSU dan pilkada ulang yang digelar di kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (15/7).
“Untuk strategi upaya mitigasinya harus bagus, ini kita harus siapkan skema (mitigasi), misalnya ada PSU lagi, apa yang kita lakukan (untuk mengantisipasinya),” ujar Ribka.
Ribka menekankan perlunya koordinasi yang kuat, baik secara vertikal antar lembaga pusat dengan daerah maupun horizontal antar instansi terkait. Menurutnya, kesiapan dalam hal keuangan, pengamanan, serta komunikasi lintas sektor menjadi fondasi penting dalam menghadapi kemungkinan PSU dan pilkada ulang.
“Harus betul-betul kita siapkan, kita menutupi semua celah ya, dari sisi keuangannya, kemudian koordinasi lintas sektor, terus dari sisi keamanannya,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat melalui peningkatan kegiatan monitoring dan evaluasi di seluruh tahapan penyelenggaraan.
“Monitoring dan evaluasi, ya ini juga penting dan kita seperti yang kita lakukan hari ini,” ujar Ribka.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtera Banong juga menyampaikan pandangan serupa. Ia menekankan agar persiapan PSU dan pilkada ulang dilakukan secara matang agar tidak terjadi PSU di atas PSU.
“Agar betul-betul persiapan dan kesiapannya dalam rangka PSU maupun Pilkada ulang dipersiapkan secara matang,” ujar Bahtera dalam rapat kerja bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Kompleks Parlemen, Senin (14/7/2025).
Bahtera mengingatkan bahwa pelaksanaan PSU harus mematuhi seluruh aturan dan prosedur yang berlaku agar tidak menimbulkan sengketa yang bisa memperlambat proses pemilu.
“Persiapan dan pengawasan PSU harus taat aturan, supaya tidak terjadi gugatan yang bisa menunda rampungnya tahapan,” tutupnya.
Pernyataan dari dua pejabat ini menegaskan pentingnya antisipasi dan kesiapan dalam pelaksanaan PSU dan Pilkada ulang demi menjamin kepercayaan publik serta keberlangsungan demokrasi yang sehat dan tertib.
Sebelumnya Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan wakil menteri keuangan untuk memastikan pembiayaan pilkada ulang yang kemungkinan digelar di Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang. (dkpp/c1/abd)
Kategori :