BMKG Lampung Peringatkan Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Warga Diminta Waspada

Senin 30 Jun 2025 - 20:53 WIB
Reporter : Melida Rohlita
Editor : Agung Budiarto

“Prediksi yang kami rilis sejak Maret menunjukkan adanya anomali curah hujan di atas normal di wilayah selatan Indonesia, seperti Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Ini menjadi dasar utama mundurnya musim kemarau tahun ini,” kata Dwikorita, Sabtu (21/6/2025).

Berdasarkan analisis curah hujan di Dasarian I (10 hari pertama) Juni 2025, sebanyak 72 persen wilayah berada dalam kategori normal, 23 persen di bawah normal (lebih kering dari biasanya), dan 5 persen masih mengalami curah hujan di atas normal.

BMKG mencatat wilayah Sumatera dan Kalimantan mulai menunjukkan tanda-tanda kemarau lebih awal dibanding wilayah selatan Indonesia.

Namun pada April–Mei lalu, beberapa wilayah Indonesia bagian selatan justru mengalami curah hujan tinggi, termasuk Sumatera Selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan, Sulawesi, dan Papua bagian selatan.

“Transisi musim kemarau tidak berlangsung seragam di seluruh Indonesia,” ujar Dwikorita.

Mengacu prediksi terkini, curah hujan di atas normal diperkirakan masih akan terjadi di sejumlah wilayah hingga Oktober 2025. BMKG pun memperkirakan musim kemarau tahun ini akan lebih singkat dengan karakteristik curah hujan tetap tinggi.

Dwikorita menyebut tingginya curah hujan selama musim kemarau memiliki dampak ganda.

Di satu sisi, kondisi ini menguntungkan bagi petani padi karena ketersediaan air tetap terjaga. Namun di sisi lain, tanaman hortikultura seperti cabai, bawang, dan tomat berisiko terserang hama dan penyakit akibat kelembapan tinggi.

“Kami mendorong petani hortikultura menyiapkan sistem drainase yang baik serta perlindungan tanaman yang memadai,” imbaunya.

Dwikorita juga mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan lintas sektor, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, dalam menghadapi dinamika iklim yang semakin tidak menentu.

“Kita tidak bisa lagi berpaku pada pola iklim lama. Anomali akibat perubahan iklim global harus diantisipasi dengan cepat dan tepat,” tegasnya.

BMKG berkomitmen menyediakan informasi iklim yang akurat dan real-time sebagai acuan untuk perumusan kebijakan adaptasi di berbagai sektor, mulai dari pertanian, pengelolaan air, hingga mitigasi bencana.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Lampung memperkirakan fenomena kemarau basah masih berlangsung hingga akhir Agustus 2025. Akibatnya, hujan dengan intensitas ringan hingga sedang tetap berpotensi turun meski Indonesia sedang memasuki musim kemarau.

Rudy Haryanto, Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Lampung, menjelaskan bahwa fenomena kemarau basah ini dipicu sejumlah faktor. Salah satunya pengaruh La Nina yang saat ini mulai melemah menuju fase netral.

“La Nina meningkatkan suhu permukaan laut, yang menghasilkan uap air berlimpah dan memicu terbentuknya awan hujan,” jelas Rudy, Selasa (10/6).

Selain La Nina, fenomena cuaca global seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin dan Rossby, serta perubahan iklim juga turut mendongkrak curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.

Tags :
Kategori :

Terkait