JAKARTA – Pakar hukum tata negara Prof. Dr. Juanda, S.H., M.H. menyatakan tidak ada ketentuan dalam undang-undang yang melarang tenaga pendamping profesional (TPP) desa untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Menurutnya, hak untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai anggota legislatif merupakan hak setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi.
’’Dicalonkan dan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif adalah hak setiap warga negara yang dilindungi oleh Konstitusi sebagai implementasi prinsip negara hukum (Pasal 1 ayat 3), kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27), dan hak-hak warga negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945,” ungkap Juanda di Jakarta, Selasa, 4 Maret 2025.
Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta ini menyampaikan hal tersebut terkait polemik hukum yang berkembang mengenai TPP desa dan pencalonan legislatif yang belakangan mencuat.
Lebih lanjut, Juanda menjelaskan bahwa implementasi dari prinsip dan hak-hak dalam konstitusi tersebut diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pada Pasal 240 ayat (1) huruf (k). Pasal tersebut mengatur persyaratan bagi bakal calon legislatif, yang di antaranya menyebutkan bahwa pejabat tertentu, seperti Kepala Daerah, Direksi, ASN, anggota TNI dan Polri, serta karyawan BUMN atau BUMD, wajib mengundurkan diri jika mencalonkan diri.
“Namun, tidak ada ketentuan yang secara tegas menyebutkan bahwa TPP desa wajib mengundurkan diri untuk menjadi bakal calon legislatif, seperti halnya ASN, TNI, dan Anggota Kepolisian,” jelas Juanda.
Dia juga menambahkan bahwa meskipun TPP desa tidak disebutkan secara spesifik dalam pasal tersebut, sumber pendanaan mereka yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadikan posisi mereka cukup kuat secara hukum. “Karena gaji atau honor TPP desa bersumber dari APBN dan berdasarkan kontrak kerja, maka secara hukum, sulit untuk mengatakan bahwa mereka tidak wajib mengundurkan diri jika ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif,” kata Juanda.
Lebih lanjut, Juanda menjelaskan bahwa setelah seorang calon legislatif mengundurkan diri dari jabatan atau pekerjaannya, mereka tidak dapat menarik kembali keputusan tersebut. Pasal 240 ayat (1) huruf (k) juga menegaskan bahwa pengunduran diri yang sudah disampaikan dan diterima oleh instansi terkait tidak dapat dibatalkan.
“Setelah mengundurkan diri, yang bersangkutan tidak lagi memiliki status dan kewenangan yang ada pada jabatan atau pekerjaan mereka, terutama setelah ditetapkan sebagai calon tetap,” ujar Juanda.
Pakar hukum ini menekankan pentingnya untuk memahami dengan baik ketentuan dalam pasal tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai kewajiban mengundurkan diri bagi calon legislatif dari TPP desa. (ant/c1/abd)
Kategori :