UNIOIL
Bawaslu Header

DPR: Pemisahan DKPP dari Kemendagri Diperlukan dalam Revisi UU Pemilu

Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha menilai pemisahan DKPP dari Kemendagri penting untuk menjaga independensi lembaga tersebut dalam menangani perkara pemilu. -FOTO DOKPRI -

Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha menyatakan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum perlu mencakup pemisahan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 

Menurutnya, pemisahan ini penting untuk memastikan independensi DKPP dalam menjalankan fungsi pengawasan dan peradilan kode etik bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Independensi DKPP dalam menjalankan tugas peradilan kode etik bagi jajaran KPU dan Bawaslu perlu dijaga. Saya khawatir Kemendagri bisa mengintervensi putusan DKPP, dan ini tidak sehat,” ujar Toha dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (3/2).

Selain itu, Toha menjelaskan bahwa pemisahan DKPP dari Kemendagri juga diperlukan untuk menjaga kedudukan lembaga ini, yang berbeda dengan KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu.

“KPU dan Bawaslu sudah berada pada jalur yang benar. Namun, DKPP masih keliru dalam hal ini. Pemisahan DKPP perlu dilakukan segera, terutama dalam momentum revisi UU Pemilu. Pelembagaan DKPP sebagai lembaga mandiri harus diprioritaskan,” ujarnya.

Toha juga menyoroti pemotongan anggaran DKPP yang dilakukan oleh Kemendagri sebagai respons terhadap Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Anggaran DKPP yang dipangkas dari Rp86 miliar menjadi Rp30 miliar dinilai tidak rasional.

“Itu potongan anggarannya tidak realistis. Dari Rp86 miliar jadi Rp30 miliar, sangat tidak adil bagi DKPP,” tegas Toha.

Sebelumnya, Ketua DKPP, Heddy Lugito, menyatakan bahwa terbatasnya anggaran akan menghambat kinerja lembaganya. Ia menegaskan bahwa lembaga peradilan seperti DKPP harus dapat bekerja dengan efisien tanpa menunda-nunda perkara.

“Tidak boleh lembaga peradilan itu menunda-nunda perkara. Harus ada kepastian dalam setiap keputusan yang diambil. DKPP juga tidak boleh tebang pilih dalam menangani perkara,” ujar Heddy.

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyatakan pihaknya berkomitmen memastikan proses pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu berlangsung secara terbuka dan transparan. Komitmen ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024, yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). 

Rifqi menjelaskan transparansi dan keterbukaan adalah bagian dari partisipasi publik yang harus dijaga dalam proses pembentukan undang-undang.

Putusan MK tersebut menyarankan agar DPR dan pemerintah melakukan revisi yang tidak bertentangan dengan tujuan demokrasi. 

Dalam hal ini, MK meminta agar penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dilaksanakan dengan hati-hati agar tidak merusak sistem politik yang sudah ada.

“Kami diberikan tugas oleh konstitusi, baik oleh DPR maupun pemerintah. Percayakan kepada kami, biarkan kami bekerja dengan baik dan transparan,” ujar Rifqinizamy saat konferensi pers, Senin (20/1). (ant/c1/abd) 

Tag
Share