BANDARLAMPUNG - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Bandar Lampung, atau Lapas Rajabasa mengekspor kerajinan cocosheet atau lembaran serabut kelapa mulitiguna ke Eropa.
Biasanya cocosheet ini digunakan untuk peneduh dari panas, salju dan lainnya.
Ya, cocosheet tersebut sudah menjadi bagian pembinaan dan kegiatan kerja untuk warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas I Bandar Lampung dalam satu tahun terakhir.
Kepala Lapas Kelas I Bandar Lampung, Ike Rahmawati menjelaskan pembuatan cocosheet ini sudah dilakukan sejak satu tahun terakhir dengan menggandeng PT Agri Lestari Nusantara selaku perusahaan pengekspor cocosheet.
"Jadi warga binaan pemasyarakatan kami menjadi mitra PT Agri Lestari Nusantara selaku pihak ketiga yang melakukan pembinaan kerja dengan membuat cocosheet ini," kata Ike Rahmawati.
Kalapas perempuan pertama Lapas Rajabasa ini menjelaskan cocosheet tersebut dieskpor ke berbagai negara, mulai dari Korea Selatan, Belgia, hingga pada tahun 2025 ini diekpoke Spanyol.
Dalam satu kali ekspor, Lapas Rajabasa dan PT Agri Lestari Nusantara bisa mengekspor 1.000 lembar cocosheet tersebut dengan melibatkan 20 narapidana yang ikut dalam pembinaan kerja pembuatan cocosheet ini.
Ike Rahmawati menjelaskan dari kegiatan pembinaan kerja di Lapas Rajabasa, pada tahun 2024 menghasilkan Rp26,6 juta pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Realisasi tersebut lebih tinggi dari target PNBP Lapas Rajabasa yang ditetapkan Rp15 juta.
"Realisasi PNBP dari pembinaan kerja Lapas Kelas I Bandar Lampung pada tahun 2024 sebesar Rp26,6 juta dari berbagai kegiatan. Mulai dari pembuatan cocosheet, produksi tempe, produksi roti, sayur-sayuran hidroponik. Pendapatan tersebut lebih tinggi dari target yang ditetapkan Rp15 juta," jelas mantan Kalapas Perempuan Pondok Bambu Jakarta ini.
Dia berharap ke depan, narapidana binaannya terus produktif, sehingga ketika bebas bisa diterima kembali di masyarakat dengan ilmu yang didapat dari Lapas Rajabasa.
Kasi Giatja Lapas Kelas I Bandar Lampung, Elizama Gori menambahkan cocosheet tersebut bahan baku benang sabut kelapanya didatangkan dari Garut, Jawa Barat. Barulah setelah itu dianyam oleh 20 narapidana yang bekerja.
"Kemudian dirajut, dibentuk di sini sesuai arahan PT Agri Lestari Nusantara. Jadi di Lapas ini hanya finishing," tuturnya.
Para napi yang bekerja kata dia, mendapatkan upah berupa premi sebesar 60 persen untuk setiap 10 cocosheet yang dibuat.
"Premi itu upah mereka. Sisanya kita setorkan ke PNBP," jelas Elizama Gori. Ia mengatakan para narapidana itu diberikan keterampilan agar ketika bebas bisa mendapatkan bekal ilmu yang bermanfaat.
Yanwar (40) narapidana dengan hukuman mati juga menjadi salah satu narapidana yang membuat cocosheet.
Warga Aceh terpidana mati kasus narkoba ini mengatakan dirinya sudah satu tahun terakhir membuat cocosheet. Ini ia lakukan agar memiliki kegiatan, sehingga tidak bosan menjalani kehidupan dari balik jeruji besi.
"Ya kesulitannya harus lebih teliti saja. Saya awalnya latihan dahulu satu bulan di sini," kata dia seraya berharap agar perkaranya yang sedang menjalani peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung bisa membatalkan vonis mati terhadap dirinya.(leo/nca)