Lautan Indonesia Darurat Sampah Plastik!

Selasa 14 Jan 2025 - 20:41 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Syaiful Mahrum

Akibatkan Kerugian hingga Rp2.000 T

JAKARTA - Belakangan ini, warga Indonesia dibuat geram dengan skandal korupsi PT Timah yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp271 triliun. Masyarakat semakin murka karena para koruptor tersebut hanya mendapat hukuman yang relatif ringan jika dibandingkan kerugiannya. 

Namun, sejatinya kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus korupsi tersebut bisa tampak seperti uang receh jika dibandingkan kerugian yang terjadi karena sampah plastik yang mengotori lautan Indonesia.

Peneliti dengan kepakaran pencemaran laut dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Muhammad Reza Cordova, M.Si. Ph.D. memaparkan dalam tujuh tahun terakhir kerugian yang diakibatkan pencemaran sampah plastik di lautan Indonesia mencapai Rp2.000 triliun. ’’Kami melakukan riset dari 2018 sampai 2023, itu per tahun kerugiannya sekitar Rp225 triliun. Jadi masuk ke tahun ke tujuh pada 2024, kerugiannya bisa mencapai sekitar Rp2.000 triliun. Ini bukan proyeksi semata, tapi sudah terjadi,’’ ucap profesor termuda BRIN tersebut saat ditemui di Gedung Pusat Penelitian Oseanografi BRIN di kawasan Ancol, Jakarta Utara, itu.

Peneliti kelahiran 3 November 1986 itu menyatakan, munculnya kerugian tersebut berasal dari beragam sektor. Di antaranya adalah dari aspek kesehatan yang turut memengaruhi manusia juga hewan dan tumbuhan, secara ekonomi, pariwisata, hingga turunnya reproduksi ikan.

BACA JUGA:Sorgum Bisa Jadi Bahan Pangan Pengganti Beras

Prof. Reza menambahkan, kerugian yang sangat masif itu muncul karena sampah plastik yang ada di lautan Indonesia volumenya juga sangat besar. ’’Pada 2017-2018 kami memulai perhitungan tersebut untuk data nasional, Dari penelitian itu, ditemukan ada 249 ribu sampai 500 ribu ton sampah plastik yang bocor ke wilayah laut Indonesia per tahun,’’ urai peneliti utama BRIN tersebut.

Secara global, Indonesia pun sudah terlanjur mendapatkan predikat sebagai salah satu negara pencemar lautan terbesar di dunia. Data itu didasarkan pada penelitan dari Jenna Jambeck dari University of Georgia yang menyatakan bahwa plastik dari Indonesia yang bocor ke laut adalah 1,29 juta ton per tahun. Sedangkan di urutan pertama adalah Tiongkok yang menghasilkan sampah plastik sebanyak 3,53 juta ton per tahun yang bocor ke laut.

Prof. Reza mengatakan, istilah kebocoran digunakan, karena seharusnya sampah yang masuk ke laut itu seharusnya bisa didaur ulang agar tidak sampai mengotori lautan. Penyebab kebocoran sampah plastik ke laut itu sendiri adalah dari kegiatan manusia. Seperti kegiatan rumah tangga, industri, dan pasar. Termasuk kegiatan yang ada di laut seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, transportasi laut, atau budidaya laut.

Tapi, sebagian besar adalah sampah yang berasal dari darat yang terbawa atau bocor masuk ke laut. Persentasenya mencapai 80 persen. ’’Jadi kan sampah plastik atau jenis apapun sebenarnya bisa ditangani dulu dari sumbernya, kemudian, residunya baru dibawa ke TPA. Tapi sayanganya, pengelolaan sampah yang ada di Indonesia kan tidak optimal,’’ paparnya.

BACA JUGA:Drainase dan Meluapnya Kali Jadi Penyebab Banjir Di Waydadi

Doktor bidang polusi lingkungan dari Tokyo University of Agriculture itu menuturkan, sampah yang berasal dari domestik seharusnya bisa ditahan dulu. Dari rumah dipilah dulu yang organik sama nonorganik. Organiknya seharusnya ditahan. Jadi pupuk misalnya, kemudian yang plastik didaur ulang.

Sayangnya, yang sudah dikelola berdasarkan data terakhir pada 2023 baru kurang dari 50 persen, sekitar 40 persen saja seluruh sampah yang terkelola. Dia bilang, performa pengelolaan sampah yang ada di Indonesia memang rendah. Dia berkata, kalau lihat dari Jakarta saja relatif bagus. Lebih dari 90 persen sampah yang terkelola. Tapi di daerah lain bagaimana? Misalnya di Bogor. Di Kota Bogor tak lebih dari 50 persen, sedangkan di Kabupaten Bogor hanya 30–40 persen.

’’Itu daerah yang dekat dengan ibu kota padahal. Bagaimana dengan daerah yang jauh dari ibu kota? Itu lebih parah. Ujung tombak pengelolaan sampah itu adalah di pemda setempat. Nah, pemdanya ini tergantung dari anggarannya. Kalau anggaran Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, besar, walaupun nggak optimal juga. Kalau di kota-kota kecil, dananya relatif kecil. Hanya sekitar Rp150 juta per tahun. Apa yang mau dilakukan?’’ serunya.

Lalu setelah ditelisik lebih lanjut, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak turun langsung ke peraturan teknis. Terutama, ditambah dengan adanya otonomi daerah, pengelolaan sampah menjadi tidak terlalu penting.

Tags :
Kategori :

Terkait