Pria yang juga seorang jurnalis investigatif yang fokus mengangkat isu-isu lingkungan hidup itu menyatakan, kalau pada dasarnya ada overproduksi plastik sekali pakai yang dibuang ke lingkungan, karena sebagian besar yang bocor ke lautan adalah sampah plastik sekali pakai seperti sachet atau botol plastik.
’’Ada juga fenomena yang disebut sebagai musim sampah yang sedang kita hadapi sekarang, karena saat musim hujan seperti saat ini, semakin banyak sampah plastik yang mengalir ke laut, seperti di Bali. Sampah-sampah itu bisa jadi berasal dari berbagai pulau di Indonesia atau bahkan berasal dari negara lain yang masuk ke wilayah laut Indonesia kemudian terdampar di pantai-pantai,’’ ucapnya.
Kemudian mengenai upaya untuk menanggulangi sampah plastik, Beni pun memberikan pernyataan senada dengan Prof. Reza. Bahwa tanggung jawab ada pada tiga sektor, yaitu pemerintah, industri, dan masyarakat luas.
’’Ini adalah masalah masyarakat yang menggunakan plastik kemudian tidak membuangnya dengan layak. Pada akhirnya, tanggung jawab terbesar ada pada kita, ada pada individual yang menggunakan plastik sekali pakai tersebut,’’ terang pria yang menikahi perempuan Indonesia itu. ’’Tapi pemerintah juga harus menyediakan sarana pengolahan sampah, kita juga butuh mekanisme kontrol dan pada dasarnya juga butuh penegakan hukum. Terakhir, pelaku industri juga harus mengurusi sampah plastik dengan melaksanakan extended producer responsibility (EPR),’’ lanjutnya.
EPR sendiri adaah sebuah mekanisme yang membuat produsen (sektor industri) ikut bertanggung jawab atas sampah yang sudah mereka hasilkan. Termasuk sampah plastik. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah sampah dari produk terkait, meningkatkan daur ulang dari produk, dan memastikan sampah dikelola dengan cara yang ramah lingkungan. Di Indonesia, EPR turut diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 75, Tahun 2019 atau yang disebut dengan Peta Jalan Pengurangan Sampah. (jpc/c1)