Pilkada melalui DPRD Kemunduran Demokrasi

Senin 16 Dec 2024 - 22:07 WIB
Reporter : Jeni Pratika Surya
Editor : Abdul Karim

BANDARLAMPUNG - Wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) dikembalikan ke DPRD karena banyak anggaran yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemilihan dinilai elemen mahasiswa merupakan sebuah kemunduran demokrasi dan mengamputasi hak pilih rakyat.

Gubernur BEM Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) M. Ammar Fauzan mengatakan adanya wacana pilkada dipilih anggota DPRD tersebut tidak akan menghapus tingginya anggaran untuk pilkada dan bukan solusi yang solutif. ’’Bahkan akan menjadi kemunduran berdemokrasi. Di mana, hak rakyat otomatis teramputasi,” ujarnya, Senin (16/12).

Menurutnya, pemerintahan demokrasi sangat ditentukan proses rekrutmen di negara itu sendiri. Yaitu rekrutmen yang diharapkan secara ideal dalam pelaksanaannya semua ditentukan rakyat. ’’Pilkada secara langsung dipilih rakyat itu merupakan standar pelaksanaan demokrasi,” ujarnya.

Ia menyebut pemilihan melalui DPRD berpotensi mengurangi partisipasi langsung rakyat yang dapat memperlemah mandat demokratis seorang kepala daerah.  “Pemilihan kepala daerah nantinya lebih bergantung pada kesepakatan politik antarpartai dan elite lokal yang meningkatkan risiko politisasi dan transaksi politik yang mungkin tidak mencerminkan kehendak rakyat,” tegasnya.

BACA JUGA:Mendagri Dorong Pemda Percepat Penyelesaian RTRW dan RDTR untuk Meningkatkan Investasi

Dirinya menjelaskan bahwa jika sistem pemerintahan hanya diukur dari sisi efisiensi administratif tanpa memperhatikan partisipasi rakyat maka dapat mengarah pada pengurangan hak-hak politik rakyat. “Hal ini pada gilirannya dapat merugikan prinsip dasar demokrasi, dimana pemimpin dipilih berdasarkan suara rakyat,” tambahnya. 

Menurutnya pilkada langsung yang lebih demokratis bisa diupayakan dengan memperbaiki regulasi, mengaktifkan kinerja penyelenggara pilkada, demokratisasi partai politik, serta penegakan hukum pilkada secara tegas, adil, dan berefek jera.

Sebelumnya, wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD kembali mencuat setelah beberapa tokoh politik nasional mengusulkan perubahan mekanisme ini.  Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa wacana ini sudah lama bergulir, bahkan sejak era Presiden Ke-7 RI Joko Widodo.

Menurutnya wacana ini mendapatkan momentum baru setelah Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan kembali dan Presiden Prabowo Subianto menyambut baik usulan tersebut. “Dari zaman Presiden Jokowi juga sudah lama bergulir, di antara partai-partai politik juga sudah dibahas,” ujar Supratman di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/12) lalu.

BACA JUGA:Mahkamah Agung Tolak PK Tujuh Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Ia menyebut wacana tersebut kembali menguat lantaran tingginya angka golput dalam gelaran pilkada serentak tahun ini.  “Buktinya angka partisipasi pemilih menunjukkan kecenderungan penurunan karena masyarakat lebih berpikir tentang bagaimana mereka bisa hidup, bagaimana mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya,” tuturnya. 

Lantaran alasan tersebut, ia mengemukakan bahwa pemerintah harus hadir untuk mengatasi persoalan tersebut. Namun, ia mengemukakan bahwa pemilihan kepala daerah di tingkat DPRD baru sebatas wacana saja. 

“Kita, pemerintah bersama DPR, dan tentu dengan ketua umum-ketua umum partai politik akan mendiskusikan sebelum itu kemudian bergulir menjadi usulan resmi,” katanya. 

Selain angka golput tinggi, Supratman mengemukakan bahwa pelaksanaan pilkada langsung tidak efisien. “Bisa saksikan sendiri ya kan, betapa banyak kejadian-kejadian yang terjadi di daerah, kemudian dugaan-dugaan pelanggaran, kemudian terjadinya inefisiensi yang terutama ya,” ujarnya.

Meski baru dalam kajian, ia berharap ada kesepakatan bersama dalam pembahasan undang-undang mengenai pemilu antara pemerintah dan DPR. (jen/c1/rim)

Kategori :