BANDARLAMPUNG - Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (UIN RIL) melalui Satuan Pengawas Internal (SPI) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Implementasi Program Pengendalian Gratifikasi. FGD berlangsung di ruang teater Lt. 2 UIN RIL, Selasa (19/11).
FGD menghadirkan dua narasumber dari KPK. Yakni Kasatgas Pendidikan Tinggi Direktorat Jejaring Pendidikan KPK Masagung Dewanto serta Kasatgas Sertifikasi dan Pemberdayaan Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi KPK Sugiarto.
FGD diikuti para wakil rektor, ketua dan sekretaris Senat; Kabiro AAKK dan Kabiro AUPKK; para dekan dan wakil dekan; direktur dan wakil direktur pascasarjana; ketua dan sekretaris Lembaga; ketua dan sekretaris SPI; para kepala UPT dan kepala pusat; Kabag dan Kasubbag universitas dan fakultas; koordinator dan subkoordinator; serta dosen dan tendik.
FGD dibuka Wakil Rektor II UIN RIL Dr. Safari Daud, M.Sos.I. Safari menjelaskan pentingnya pengendalian gratifikasi sebagai upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Safari menyampaikan, gratifikasi sebagaimana diketahui bersama adalah segala bentuk pemberian yang diterima oleh pejabat publik, baik dalam bentuk uang, barang, jasa, maupun fasilitas yang bertujuan mempengaruhi kebijakan atau keputusan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
"Gratifikasi adalah segala bentuk pemberian yang dapat mempengaruhi kebijakan atau keputusan seorang pejabat publik. Karena itu, pengendalian gratifikasi menjadi hal penting dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik," ujarnya.
Safari mengatakan, FGD diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan pemahaman tentang bahaya gratifikasi dalam konteks pemerintahan, menyusun langkah-langkah strategis dalam pengendalian gratifikasi yang lebih efektif, serta mendorong keterlibatan semua pihak dalam menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari praktik gratifikasi yang dapat merusak integritas dan kepercayaan publik. Safari juga mengapresiasi tim FGD yang telah menyusun draf Peraturan Rektor tentang Pengendalian Gratifikasi dan Surat Keputusan Rektor tentang Benturan Kepentingan.
Masagung Dewanto sebagai narasumber mengapresiasi inisiatif UIN RIL sebagai salah satu dari perguruan tinggi yang secara aktif mengundang KPK untuk memperkuat budaya antikorupsi.
Masagung Dewanto menekankan bahwa pendidikan antikorupsi harus dimulai sejak dini. Mencakup semua jenjang pendidikan, dari PAUD hingga perguruan tinggi. "Harapannya, UIN RIL dapat menjadi pelopor dalam pengintegrasian pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum. Pendidikan antikorupsi minimal dapat disisipkan dalam mata kuliah umum, seperti pengantar kuliah dasar. Pendekatannya bisa disesuaikan dengan kebutuhan universitas," katanya.
Sugiarto memaparkan materi tentang penguatan integritas dan ekosistem perguruan tinggi negeri. Ia menegaskan bahwa integritas adalah kunci utama dalam mencegah korupsi.
’’Semakin tinggi integritas, semakin rendah potensi korupsi. Seperti halnya iman yang naik akan menurunkan kemaksiatan,” kata Sugiarto.
Sugiarto mengingatkan bahwa gratifikasi sesuai Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mencakup berbagai bentuk uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. ’’Gratifikasi tersebut diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik,’’ katanya.
Sugiarto juga memperkenalkan 9 Nilai Antikorupsi yang dikenal dengan Jumat Bersepeda KK. Yakni jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras.
Sementara Ketua SPI UIN RIL Dr. Nanang Supriadi, S.Si., M.Sc. mengungkapkan komitmen kampus dalam memperkuat integritas melalui program Penguatan Integritas Ekosistem Perguruan Tinggi Negeri (PIEPTN) yang digagas KPK RI. ’’Selama mengikuti program ini, UIN RIL telah melaksanakan asesmen mandiri yang mengidentifikasi tiga area dengan risiko korupsi tertinggi. Yakni pembelajaran, pengelolaan keuangan, serta pemilihan pimpinan dan pejabat perguruan tinggi. Selain memetakan risiko, kami juga telah mengidentifikasi tiga perangkat antikorupsi prioritas yang perlu diperkuat. Yaitu pengendalian konflik kepentingan, pengendalian integritas mitra kerja, dan pengendalian gratifikasi,” jelas Nanang.
Salah satu langkah konkret yang diambil adalah penyusunan draft program pengendalian gratifikasi, kata Nanang, saat ini sedang dibahas lebih lanjut melalui FGD. (rls)