JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan (MPR) Eddy Soeparno meminta penerintah mengkaji ulang penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada 2025.
Hal ini kata Eddy kebijakan ini bisa dikhawatirkan akan memberatkan daya beli masyarakat.
Dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pasal 7 disebutkan tarif PPN, yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
Sedangkan tarif PPN sebesar 12% baru akan mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
“Kami sendiri dari Fraksi PAN akan meminta kepada pemerintah untuk mengkaji ulang, bahkan kalau bisa menundanya. Saya kira, kita akan sepakat dalam terkait hal ini agar daya beli masyarakat meningkat. Kalau daya beli masyarakat masih kuat, konsumsi juga meningkat,” kata Eddy kepada wartawan ditemui di gedung MPR pasca pelantikan Presiden Prabowo.
Pemerintah saat ini menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 2.189,3 triliun dalam APBN 2025.
Target pajak 2025 dibagi dalam target pajak penghasilan sebesar Rp 1.209,3 triliun, kemudian pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah sebesar Rp 945,1 triliun,
Lalu pajak bumi dan bangunan sebesar Rp 27,1 triliun, dan pajak lainnya sebesar Rp 7,8 triliun.
Aparat pajak kata Edddy harus konsisten melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Tetapi, upaya menggenjot penerimaan pajak tidak boleh mengorbankan iklim investasi dan daya beli masyarakat.
“Artinya pajaknya juga meningkat nantinya kan? Jadi itulah di antara beberapa hal yang kita fokuskan sekarang agar pertumbuhan ekonomi ini tidak terhenti, bahkan justru terakselerasi,’ tutur Eddy.
Penerimaan pajak turut disokong oleh kinerja industrialisasi, terutama industrialisasi yang terkait dengan hilirisasi mineral.
Pasalnya hilirisasi turut meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pemerintah harus memperkuat derap roda industrialisasi.
“Saya kira akan ada penguatan-penguatan (industrialisasi) lagi sehingga perlu meningkatkan pendapatan ke depan dan itu juga tentu akan lebih perspektif. Saya optimistis bahwa dari aspek pendapatan itu akan semakin besar karena kita memiliki industri dan manufaktur yang bernilai tambah lebih tinggi,” pungkas Eddy.(beritasatu/nca)