JAKARTA - Laporan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia menunjukkan, harga beras di Indonesia 20 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras di pasar internasional.
Di kawasan ASEAN, harga beras di Indonesia juga berada di posisi tertinggi. Di sisi lain, pendapatan para petani tergolong rendah.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya membandingkan harga beras dari perspektif konsumen, bukan hanya dari sudut pandang produsen.
Jokowi menjelaskan, semua pihak harus memperhitungkan harga beras yang diimpor melalui sistem free on board (FOB).
"Coba dilihat, harga beras FOB itu berapa? Kira-kira US$ 530-US$ 600, ditambah cost freight (biaya pengiriman) kira-kira US$ 40-an, coba dihitung berapa. Kalau mau membandingkan, mestinya di konsumen. Itu akan kelihatan," ujar Jokowi.
Presiden Jokowi juga menekanka, harga beras yang wajar seharusnya mencerminkan harga gabah yang baik, sehingga dapat meningkatkan harga jual di tingkat petani.
"Kalau harga gabah baik, artinya harga jual petani juga seharusnya baik, kalau tidak ada distorsi di lapangan," tambahnya.
Jokowi meminta semua pihak untuk memeriksa kembali harga di lapangan. Menurut Jokowi, harga gabah di tingkat petani telah mengalami kenaikan, yang berdampak positif pada Nilai Tukar Petani (NTP).
"Cek saja di lapangan, tanyakan kepada petani berapa harga gabah saat ini. Dulu berapa? Dulu Rp 4.200, sekarang Rp 6.000. Itu untuk gabah, bukan beras. Dari situ sudah jelas, NTP-nya juga bisa dicek di lapangan," jelas Jokowi.(Beritasatu)