Berpotensi Ganggu Kinerja, Tegas Melarang Baru PDIP
BANDARLAMPUNG – Sudah 50 persen lebih anggota DPRD Lampung Barat (Lambar) periode 2024–2029 dikabarkan menggadaikan surat keputusan (SK) pengangkatannya ke sejumlah bank. Alasannya beragam. Mulai untuk modal usaha, pembelian aset, hingga mengembalikan uang pinjaman untuk modal pencalonan pada pemilihan legislatif (pileg) lalu.
Kemudian dari delapan partai parlemen atau yang punya keterwakilan di DPRD Lambar, sementara baru PDIP yang sudah secara tegas melarang anggota dewannya menggadaikan SK di bank. Larangan tersebut sebagaimana Surat Instruksi DPP PDIP Nomor: 6647/IN/DPP/IX/2024 yang telah ditandatangani Ketua DPP Bidang Kehormatan Partai Komarudin Watubun dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tertanggal 13 September 2024.
BACA JUGA:Pj. Gubernur Respons Serius Ancaman Gempa Megathrust
Informasi dihimpun dari sumber tepercaya, besaran pinjaman yang diajukan masing-masing anggota DPRD di Lambar rata-rata Rp500 juta. Namun saat dikonfirmasi, Kepala Bagian (Kabag) Keuangan DPRD Lambar Hadi Susanto, S.Kom. mengaku tidak mengetahui pasti berapa jumlah anggota DPRD Lambar yang mengajukan pinjaman di bank.
Sebab proses pengajuan pinjaman oleh anggota DPRD saat ini, tukasnya, berbeda dengan sebelumnya. Pihaknya tidak lagi terlibat dalam proses pengajuan maupun pencairan pinjaman sehingga prosesnya dilakukan langsung anggota DPRD yang bersangkutan.
’’Sekarangkan beda, enggak seperti dulu di mana kami bisa tahu berapa yang mengajukan pinjaman dan berapa besaran pinjaman yang diajukan. Kalau sekarang, anggota dewannya yang langsung berurusan ke pihak bank," ungkapnya, Selasa (17/9).
Namun, Hadi tidak menampik jika sudah lebih dari 50 persen anggota DPRD Lambar meminta slip gaji yang merupakan salah satu syarat untuk pengajuan pinjaman ke bank. ’’Tetapi itu juga belum menjamin apakah mereka jadi mengajukan pinjaman atau tidak. Yang jelas memang sudah lebih dari 50 persen yang minta slip gaji, alasan mereka slip gaji syarat pengajuan pinjaman," katanya.
Salah satu anggota DPRD Lambar yang enggan namanya ditulis pun mengaku saat ini sudah banyak rekannya sesama anggota DPRD lambar yang sudah mengajukan pinjaman di bank. "Iya, memang sudah banyak. Tetapi untuk besarannya berapa itu berbeda-beda. Ada yang Rp500 juta, ada yang lebih, tergantung dari bank juga. Karena di beberapa bank itu tidak memperbolehkan habis, harus ada sisa 10 bulan atau 12 bulan," ujarnya seraya mengaku untuk dirinya sendiri belum mengajukan pinjaman dikarenakan belum direkomendasikan oleh partainya.
Ia juga menjelaskan untuk penghasilan masing-masing anggota DPRD itu Rp25 juta per bulan. Namun, masing-masing anggota DPRD tidak sama, tergantung dari seberapa besar setoran partai.
"Jadi ini (setoran partai) juga mempengaruhi berapa pengajuan pinjaman yang direalisasikan oleh pihak bank. Karena ada yang hanya menerima Rp21 juta, ada yang Rp23 juta, bahkan ada yang menerima Rp20 juta," katanya.
Terkait pengajuan pinjaman di bank ini, tandasnya, tentu masing-masing anggota dewan memiliki alasan sendiri. ”Misalkan untuk membeli aset atau modal usaha. Kalau mengumpulkan setiap bulan kan sulit, sehingga cara yang efektif adalah mengajukam pinjaman di bank," tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDIP Lampung Watoni Noerdin mengatakan larangan terhadap anggota DPRD dari PDIP menggadaikan SK pengangkatan anggota dewan sebagai jaminan pinjaman ke perbankan tertuang dalam Surat Instruksi DPP PDI Perjuangan Nomor: 6647/IN/DPP/IX/2024 yang telah ditandatangani Ketua DPP Bidang Kehormatan Partai Komarudin Watubun dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
”Sudah disampaikan dalam rapat DPD. Jadi sifatnya memang diharapkan (para anggota DPRD terpilih) tidak menggadaikan itu (SK pengangkatan) ke bank,” ujar Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPD PDI Perjuangan Lampung Watoni Noerdin dikonfirmasi, Senin (16/9)
Dijelaskan Watoni, larangan pengajuan pinjaman dana ke bank menggunakan agunan atau jaminan SK pengangkatan ini dikeluarkan bukan tanpa alasan. Pasalnya, langkah ini berpotensi mengganggu kinerja anggota DPRD dalam masa jabatannya.