Rupiah Bakal Masih Melemah di Kuartal III
Ilustrasi kredit--FOTO ISTIMEWA
Berdampak pada Kondisi Fiskal Nasional
JAKARTA –Pertumbuhan ekonomi global tampaknya masih melambat ke depan. Imbasnya, bakal berdampak terhadap kondisi fiskal nasional. Meliputi aspek penerimaan, pengeluaran, dan pinjaman. Pelemahan rupiah bisa memicu pembengkakan utang.
”Data-data di negara maju maupun berkembang menunjukkan bahwa proyeksi di dua tahun mendatang akan mengalami perlambatan pertumbuhan (ekonomi). Melihat dari sektor keuangan, ada outflow di pasar SBN (surat berharga negara) sebesar Rp7,1 triliun di Juni 2024,” ungkap Direktur Kolaborasi Internasional Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Imaduddin Abdullah, dalam diskusi di bilang Cikini.
Bahkan, di pasar saham per 21 Juni, terjadi capital outflow sebanyak Rp1,98 triliun. Sejalan dengan sentimen depresiasi rupiah yang cukup dalam 6,51 persen. Jika dibandingkan dengan Jepang yen (JPY) atau Thailand baht (THB), penurunan nilai tukar rupiah relatif lebih baik. Tapi jika disandingkan dengan India rupee (INR) hanya minus 0,40 persen.
Menurut Imaduddin, transmisi gejolak ekonomi terhadap risiko fiskal bisa dilihat dari tiga aspek. Yaitu penerimaan, pengeluaran, dan pinjaman. Dari sisi penerimaan, gejolak ekonomi mengakibatkan penurunan ekspor. Pajak-pajak yang berkaitan dengan kegiatan ekspor akan merosot.
Perekonomian yang lesu juga akhirnya bakal memengaruhi penerimaan pajak dari aspek yang lain. Di saat yang sama, akan memberikan dampak terhadap peningkatan pengeluaran.
”Jadi ada kebutuhan stimulus dan jaminan sosial juga meningkat. Dan ini akhirnya menjadi sebuah tantangan juga buat pembiayaan karena di saat yang bersamaan penerimaan mengalami penurunan,” jelas Imaduddin Abdullah.