RAHMAT MIRZANI

Kamis Manis

-Ilustrasi Pixabay-

Risma Pramudita

Namaku Handi Nugraha. Aku merupakan anak tunggal. Hari ini, ketika mentari telah menampakkan diri di ufuk timur, aku sudah mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Aku sangat senang karena sepulang sekolah nanti aku akan latihan menari. Biasanya, ekstrakurikuler (ekskul) tari hanya dilakukan pada hari Minggu. Mulai hari ini, sepulang sekolah, kami akan terus berlatih tari hingga satu bulan ke depan. Hal ini kami lakukan karena bulan depan ekskul tari sekolahku akan ikut serta dalam ajang kompetisi Seni Tari Bedana Tingkat SMA/SMK/MA Se-Kabupaten Tulang Bawang Barat. Untuk mengikuti perlombaan tari, ada enam murid yang dipilih. Tiga perempuan dan tiga laki-laki. Aku salah satu yang terpilih mengikuti perlombaan itu. Murid laki-laki yang mengikuti ekskul tari jumlahnya sangat sedikit, hanya lima orang. Menurut mereka, seni tari hanya identik dengan perempuan. Jika laki-laki ikut menari, ia dianggap tidak berwibawa atau tidak macho. Sebagai seorang laki-laki, aku merasa agak malu untuk mengikuti ekskul tari. Namun, karena ada Novita, aku memutuskan ikut ekskul tari. Novita, kakak kelasku, sudah cukup lama aku menyukainya sejak aku melihat Novita menari di acara demo ekskul saat MOS tahun lalu. Wajah Novita tampak begitu menawan. Lentik jari dan tariannya yang gemulai membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.

BACA JUGA:Mimpi Indah Putri Ayah

***

Sepulang sekolah, aku segera menuju GSG sekolah. Hari ini, kami akan berlatih tari di sana. Ternyata, di sana sudah ada Bayu dan Jalil. Aku segera menghampiri mereka. Jalil merupakan siswa teladan di sekolah. Ia selalu mendapat peringkat satu di kelasnya. Ia sangat senang menari, bahkan ia begitu mencintai adat dan budaya Lampung. Sementara itu, Bayu teman sekelasku, ia kebalikan dari Jalil. Bayu mengikuti ekskul tari hanya karena Nia, pacarnya, yang juga mengikuti ekskul tari. Aku juga ingin melestarikan budaya Lampung dengan mengikuti ekskul tari. Namun, aku sempat ragu karena malu. Berkat Novita, aku langsung menghilangkan semua keraguan di hatiku dan memantapkan diri mengikuti ekskul tari. Selama berlatih tari, aku akhirnya sadar bahwa Lampung mempunyai banyak adat dan budaya yang bagus dan menarik. Belum lagi teman-teman di ekskulku ini sangat baik dan terbuka. 

Setelah semuanya berkumpul, Kak Sari yang merupakan guru tari kami memulai latihan. Kak Sari membagi pasangan untuk menari bedana. Jalil dengan Dara, Bayu dengan Nia, sedangkan aku dengan Novita. Ah, cocok sekali seperti yang kuinginkan. Sepertinya Kak Sari peka pada kemauan kami. Jantungku makin berdebar kencang ketika mulai berlatih tari berpasangan dengan Novita. 

"Handi, kamu sakit?" tanya Novita sambil meletakkan tangannya ke keningku. 

BACA JUGA:Juara Olimpiade

"Eh, enggak, Kak. Memangnya wajahku pucat ya?" 

"Enggak, sih, tapi kamu kelihatan gak fokus. Wajah kamu juga memerah."

"Oh, mungkin aku kepanasan. Cuacanya gerah siang ini, hehe...." 

        Setelah pukul 15.30, kami selesai latihan. Aku pulang menebeng motor Jalil karena kebetulan rumahnya searah dengan rumahku. Novita terlihat sedang menunggu jemputan. Ternyata, ia tidak membawa kendaraan sendiri. 

“Sial! Harusnya aku bawa motor agar bisa mengantarnya pulang.”

Sesampainya di rumah, kulihat Emak dan teman-temannya sedang makan bersama di depan rumahku. 

Tag
Share