Pemerintah Siap-Siap Tombok Subsidi BBM, Gas Elpiji, hingga Tarif Listrik
SPBU: Suasana pengisian BBM di SPBU Abdul Muis, Jakarta.--FOTO FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS
JAKARTA - Nilai tukar rupiah tembus Rp16.400 per dolar Amerika Serikat. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah saat ini tercatat sebesar Rp 16.394 per dolar AS. Angka tersebut terpantau melampaui dari asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2024 yang ditetapkan sebesar Rp 15.000 per dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, rupiah yang lesu akan berdampak langsung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), utamanya bagi belanja negara yang menggunakan mata uang asing.
Diantaranya, seperti subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), subsidi listrik, dan subsidi elpiji. Pasalnya, ketiga hal itu sebagian besar bahannya berasal dari impor.
"Rupiah bergerak, maka waktu kita menyusun UU APBN 2024 dengan asumsi rupiah yang di bawah Rp 16.000, maka akan terjadi pengaruhnya terhadap belanja-belanja yang denominasinya menggunakan currency asing. Seperti subsidi listrik, subsidi BBM, yang sebagian bahannya adalah impor. Maka nanti ada yang disebut efek rembesan itu, dari rupiah yang bergerak ke dalam," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Senin (24/6).
Lebih lanjut, bendahara negara ini menjelaskan nantinya perusahaan pelat merah, seperti Pertamina dan PLN akan memperhitungkan deviasi anggaran atau selisih antara rencana dengan realisasi belanja yang disesuaikan dengan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap dolar AS.
Kemudian, kata Sri Mulyani, nantinya perusahaan pelat merah itu secara otomatis akan melakukan penagihan kepada pemerintah di setiap kuartalnya. Lalu, akan dibayarkan sesuai dengan kemampuan negara, apabila telah melalui proses audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Itu nanti akan ditagihkan oleh Pertamina dan PLN kepada pemerintah setiap kuartal, kita akan meminta BPKP untuk mengaudit, dan kami akan membayar sesuai kemampuan negara," jelas Menkeu.