KPU Lampung Perbolehkan Petugas Ad Hoc Miliki Hubungan Darah dengan Komisioner

Ketua Divisi SDM Organisasi KPU Lampung Ali Sidik -FOTO JENI/RLMG -

BANDARLAMPUNG - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung akhirnya buka suara terkait adanya tudingan sejumlah pihak tentang dugaan nepotisme rekrutmen pada petugas ad hoc di sejumlah kabupaten/kota.

Ketua Divisi Sumber Daya Manajemen Organisasi (SDMO) KPU Lampung Ali Sidik menjelaskan secara kelembagaan pihaknya telah membentuk badan ad hoc sampai tingkat tingkat kelurahan/desa. 

Untuk panitia pemilih kecamatan (PPK) telah dibentuk pada awal bulan Mei lalu. Sedangkan, Panitia Pemungutan Suara (PPS) telah dibentuk pada akhir bulan Mei 2024. Sidik mengaku, saat ini pihaknya tengah melakukan persiapan rekrutmen petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP).

Menurutnya, KPU memperbolehkan anggota badan ad hoc pada tingkat kecamatan maupun desa/kelurahan memiliki hubungan darah dengan komisioner KPU. “Yang dilarang itu adalah hubungan perkawinan,” katanya.

Namun demikian, kata dia, secara etika, Komisioner KPU kabupaten/kota pada saat melakukan seleksi badan ad hoc wajib menyampaikan jika memiliki hubungan darah dengan PPK dan PPS.

“Karena kami tidak bisa membatasi orang untuk menjadi penyelenggara pemilu selama mengikuti persyaratan,” ucapnya. 

Dijelaskan, seleksi badan ad hoc dilakukan secara terbuka melalui beberapa tahapan. Mulai dari seleksi administrasi, seleksi tertulis hingga wawancara. 

Seleksi tertulis dilakukan di sebelas kabupaten se-Lampung. Sementara sedangkan empat kabupaten/kota melaksanakan tes berbasis CAT. Masing-masing di Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Lampung Barat dan Tulangbawang.

Hal itu, katanya, sesuai dengan kesiapan masing-masing daerah. Jadi diperbolehkan oleh juknis. Karena seleksi dilakukan secara terbuka maka bisa saja badan adhoc itu merupakan petugas yang telah bekerja pada pemilu 2024 yang lalu,” ungkapnya.

Namun, sambungnya, tentu KPU kabupaten/kota juga akan menilai kinerja yang bersangkutan saat menjadi PPK atau PPS. “Jika badan adhoc bermasalah, sudah pasti tidak bisa dipilih lagi,” tegasnya.

Ali menambahkan, pihaknya membutuhkan sebanyak delapan orang untuk jajaran komisioner dan staf PPK di 229 kecamatan se-Provinsi Lampung. Serta enam orang jajaran komisioner dan staf PPS di 2.654 desa/kelurahan se-Lampung.

Terkait besaran gaji, kata Ali, untuk ketua PPK akan mendapatkan gaji sebesar Rp2.500.000. Sementara para anggota mendapatkan gaji Rp2.300.000. Kemudian untuk Ketua PPS akan mendapatkan gaji Rp1.500.000 dan anggota mendapatkan Rp1.200.000 setiap bulan.

Ali mengungkapkan, mekanisme pembayaran gaji badan ad hoc seperti PPK dan PPS ditanggung oleh dana hibah yang diterima oleh KPU kabupaten/kota. “Namun untuk gaji petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan ditanggung oleh KPU provinsi dari dana hibah Pemerintah Provinsi Lampung,” tandasnya. (jen/c1/fik)

Tag
Share