Skenario Tuhan
-Ilustrasi Flying Raven/PIXABAY-
CERPEN KARYA ANNISA SIFA MALABI
Ketika kalian membaca ini, mungkin sekarang sedang malam, siang atau petang. Ditempatku ini sedang malam, yaa malam. Saat ini aku rasa ada sesuatu yang perlu aku beri tau kepada kalian, tentang kisah singkat.
Pernah kah kalian memaksa diri menikmati sesuatu? Yang pada nyatanya itu menyakitkan. Mencoba mencari pendukung, tapi semua hanya sia sia. Meringkuk lutut menjadi kebiasaan ku tiap harinya. Menangis disetiap pertengahan malam meminta tuhan memberi kebahagian, walau hanya sedikit. Aku merasa sepi dikeramaian. Seolah teriakan ku tidak terdengar oleh siapapun. Atau lebih tepatnya pura-pura tak mendengar.
16 Juni 2017, Kalian tau pada tanggal itu, satu bulan yang lalu usia ku bertambah satu tahun. Dan saat itu kelas ku bertambah satu tingkat menjadi kelas 2 SMA. Ah mungkin kalian tidak peduli, sudah berapa lama aku hidup?. Begitulah yang teman teman katakan. Seolah kebahagiaan mereka datang ketika kepergiaanku menjemputku. Pernah terlintas dipikiran, jika tuhan sayang mengapa tidak memanggil ku sekarang?, lantas buat apa aku hidup jika setiap harinya kesedihan lah yang hadir, kebencian yang menyapa, kebahagian yang selalu pergi?. Benar kata mama, aku ini orang yang tidak berguna.
BACA JUGA: GABY
Talitha Amelia Azzahra, aku merasa bangga ketika semua orang memanggil nama itu. Karena nama itu diberikan oleh kedua makhluk yang diciptakan tuhan untuk membahagiakanku, menyayangiku, setiap saat. Tapi perlahan aku merasa benci, ketika takdir mengubahnya. Ketika papa dan mama sibuk di dunia pekerjaan. Kakak ku meninggal ketika usiaku berumur 2 tahun. Seandainya ia masih ada mungkin saat ini kebencian itu tidak akan ada. Inilah kisahku, dan kalian selamat datang.
***
Segores tinta kutuangkan diatas kertas, menulis kata demi kata, menuangkan perasaan yang sulit terbaca. Sudah seminggu mama dan papa belum juga pulang. Mereka pergi ke luar negeri demi pekerjaan yang begitu panjang. Sedikit waktu untuk bersamaku, sekedar bertanya kabar pun jarang. Mita, kucing kesayangan ku yang menemani tiap harinya, mengajaknya berbicara, bercerita, bernyayi seakan akan Mita merasakan itu semua.
Tanganku berhenti bergerak ketika suara bel rumah terdengar. Jarang sekali ada orang yang mau datang ke rumah ini. Dengan langkah ragu ku buka kan pintu. Tampak seorang pria muda, berbadan tinggi, rambut yang tersisir rapih, celana hitam dengan jas hitamnya yang membuat penampilan layak seorang pegawai Bank.
“ apakah anda Talitha, anak dari bapak Andre? “ tanya pria itu dengan tatapan tajam. Aku membalas dengan anggukan. Apakah papa punya hutang banyak sehingga rumah ini akan disita? Pria ini tampak seorang penagih hutang yang siap menyita rumah miliku satu satunya, tempat aku merasa aman, walau tidak ada kebahagian didalamnya.
“ oh baiklah, ada yang harus anda tanda tangani untuk menyetujui persyaratan yang telah pak Andre buat, pak Andre memberi uang sejumlah 1M, dan uang ini digunakan untuk kebutuhan sehari hari. Akan pak Andre transfer kembali selama sebulan sekali. Ini ATM nya, dan ini paswordnya “ jelas pria itu, ia menyerahkan map yang harus aku tandatangani, ATM, dan kertas yang bertulisan password. Seolah semua ini manandakan bahwa papa dan mama tak akan datang kembali.
Setelah pria itu meninggalankan halaman rumah, aku kembali kekamar. Aku memandang sekeliling ruangan, rumah ini besar, nyaman tapi sayang tidak ada kebersamaan, tidak ada kebahagiaan, tidak ada keharmonisan. Aku ingin mama papa. Tak sengaja air mataku terjatuh, ya inilah kisah ku, seandainya aku tau bagaimana nasibku selanjutnya mungkin tidah sebingung saat ini.
“ non, makan malamnya sudah siap, mau diantarkan atau makan di ruang makan saja?” suara bi Ina terdengar jelas dari balik pintu kamar. Selain Mita yang ada dirumah ini, bi Ina lah yang setia mengisi rumah,
“anter aja bi, “ jawab singkat dariku