Skenario Tuhan

-Ilustrasi Flying Raven/PIXABAY-

 Sudah lama mama menyuruhku untuk pergi menggunakan kendaraan pribadi, tapi papa berpendapat beda. Papa menyuruhku untuk menaiki angkutan umum, karena kata papa biar aku tidak buta dengan dunia luar. Ya, begitulah kedua orang tua ku, selalu berpendapat beda. Dan aku selalu berada di ruang ketakutan ketika mereka memperdebat hal sepele sekalipun. 

***

Oh tidak! Aku baru ingat, uang saku ku habis. Geng Angel, cewek famouse di sekolah merampas semua uang saku ku, ATM pun di rumah. Terpaksa aku harus berjalan kaki ke rumah, sedangkan jarak rumah ku 5 kilometer dari sekolah. Tak apa, lagi pula papa dan mama tidak akan menungguku di rumah, tidak ada yang mencari ku ketika aku kembali ke rumah telat. 

Aku menyusuri jalan kecil, walau sebenarnya aku tidak ingat jalan yang aku tempu sekarang berada dimana. Seiingatku, 2 tahun yang lalu  papa pernah mengajakku menyelusuri jalan ini. Saat pertama kali aku melihat sekolah baruku. 

Saat aku berada di ujung jalan, tampak terlihat gubuk gubuk kecil di bawah jembatan. Ada kehidupan di sana. Bisa kusebut kampung bawah jembatan. Karena rasa penasaran, aku melangkahkan kaki menuju kampung tersebut. Baru pertama kalinya aku melihat tempat ini.

Tiba-tiba aku merasa ada seorang yang mengikutiku dari belakang. Aku memberanikan diri untuk menengok ke belakang. Ya, benar saja ada seorang laki-laki menyeramkan tepat di belakangku. Dengan cepat laki laki tersebut menutup mulutku dengan tangan besarnya. Aku mencoba untuk berteriak, tapi usaha ku sia-sia, karena terhalang oleh tangannya. 

Ia memeluk ku dari belakang, aku besih keras untuk melepas pelukan itu. Sangan kuat, tubuhku sakit. Aku merasa lemas, hampir tak berdaya, berharap ada seseorang yang mau membantuku saat ini. Tuhan tolonglah aku. Hati kecil terus berkata memohon pertolongan. 

Terlihat bayang bayang seorang perempuan  sedang duduk di samping ku. Aku berada dimana? Berapa lama aku sudah tak sadarkan diri? Lalu, siapa perempuan ini?. Kemana laki-laki tadi? Beribu pertanyaan yang terlintas diotakku. 

“ hay, sudah bangun? “ perempuan ini menyapaku dengan lembut. Ia menyodorkan ku segelas air mineral. Kepalaku terasa sakit, perutku sakit, karena tadi pagi aku belum sarapan. 

Aku memandang sekeliling ruangan. Tempat ini bahkan tidak layak untuk ditinggali. Hanya terdapat kasur dan beberapa peralatan rumah yang sangat terbatas, lampu pun tak ada. Hanya berukuran 2x5 meter perkiraan. 

“ ini rumah kamu?” Tanya ku kepada perempuan itu. Ia hanya membalas dengan senyumannya. Beberapa detik kemudian barulah ia menjawab.

“ iya, inilah rumah ku. dan aku sangat bersyukur karena masih memiliki tempat tinggal walaupun ayah dan ibu sudah tiada sejak 5 tahun yang lalu, tapi itu bukan penghalang untuk aku terus maju. “

Seharusnya aku bersyukur karena masih memilki kedua orang tua yang lengkap, dengan fasilitas yang sangat cukup. Sedangkan saat ini aku terus mengeluh kepada tuhan, seolah akulah manusia paling sial. Perempuan ini menyadarkan aku tentang arti bersyukur.

“ oh ya, laki laki tadi terkenal suka mengganggu perempuan, dan kamu harus berhati hati ketika melewati tempat ini. Banyak korban yang sudah kena oleh permainannya.” Jelasnya

“ hah? Benarkah? Oh iya, kenalin aku Talitha” sedikit malu untuk memperkenalkan diri duluan, sudah lama aku tidak berbincang banyak dengan orang asing. Tapi bukan kah itu yang harus kita lakukan ketika bertemu dengan teman baru?

Tag
Share