GABY

Ilustrasi Freepik--

Karya Martin Handoyo


SAAT
hari dimana penerimaan siswa baru di SMA Negeri 2 Kota Asri, terdapat banyak sekali calon murid-murid yang lolos dari seleksi bulan lalu. Terlihat seperti banyak calon siswa-siswa kaya nan unggulan pada waktu itu. Namun cerita ini tidak berfokus pada murid-murid yang kaya tersebut, melainkan mengisahkan tentang seorang murid yang bernama Gaby. 

Saat hari pertama sekolah di sini, aku berada di kelas Xa waktu itu, duduk di barisan tengah namun berada di paling belakang, dan di samping kananku atau tepatnya bangku paling pojok, sudah ada seorang wanita yang menempatinya. Wanita itu adalah Gaby, seorang cewek yang katanya anak dari orang miskin yang tinggal di perumahan kumuh pinggiran kota. 

Saat itu aku mencoba ramah dengannya dengan cara menyapa dan mengajaknya berkenalan, "Haii,, boleh kenalan gak?? Nama kamu siapa?? ", ucap ku dengan nada riang. Wanita itu hanya tersenyum tipis dan berkata " Gaby, nama ku gaby,, " Dan itupun menjadi percakapan pertama kita, aku tidak tau apakah ini juga akan jadi percakapan yang terakhir. 

Keesokan harinya, sehabis jam pertama dan kedua, di kelas kita di beri pengumuman untuk segera melunasi baju seragam sekolah. Waktu bel istirahat telah diloncengkan, seperti murid-murid pada umumnya, kami semua berbondong-bondong untuk pergi ke kantin, tapi tidak dengan Gaby. Aku tidak pernah sekalipun melihat Gaby pergi ke kantin, entah itu karena dia tidak punya uang atau entah karena apa, pada akhirnya banyak teman-teman yang membicarakan tentang dirinya, bahkan sesekali mereka mengejek diam-diam Gaby karena ia berasal dari keluarga kurang mampu. 

Sewaktu aku sedang berjalan sore, aku melihat Gaby berjalan dengan membawa banyak sekali makanan, seperti ingin membagikan makanan itu. Akupun diam-diam mengikutinya, setelah sampai di depan gerbang perkampungan gang kumuh, tiba-tiba ponselku berbunyi, sontak akupun kaget, benar saja aku tadi memang tidak hanya berjalan-jalan saja, tapi juga diberi titipan untuk pergi ke supermarket tadi. 

Keesokan harinya, jam pelajaran pertama pun dimulai, hingga pada pelajaran kedua, kita disuruh untuk membayar baju seragam yang telah diberitahu kemarin. Aku dan teman seluruh kelas pun maju dan segera mengumpulkan uang itu, tapi tidak dengan Gaby, dia hanya duduk berdiam diri di bangkunya. Guru dan teman-teman yang lainpun tak heran, karena Gaby terkenal sebagai orang yang tidak mampu, Gaby pun dihampiri oleh guru itu dan diberitahukan untuk memberi tahu kepada orangtuanya agar segera melunasi seragam sekolah. 

Selanjutnya pada hari rabu, aku melihat Gaby dipanggil ke kantor. Sepertinya untuk membahas tentang pembayaran baju yang kemarin. Lagi-lagi Gaby tidak membawa uang, sedangkan murid-murid yang lain telah lunas. Gaby pun diberi surat pemanggilan orang tua. Ketika hari selanjutnya, Ayah Gaby datang dengan membawa mobil, yang bisa dibilang mobil yang lumayan mewah saat itu. Ketika di kantor, aku sedikit mengintip ke dalam kantor, terlihat ayah Gaby bersikeras bahwa Gaby telah ia diberi uang untuk membayar seragam sekolah. 

Gaby pun ditanyai ayahnya, tentang uang yang telah ia beri untuk seragam itu, dia hanya diam dan terlihat sedikit tertekan, dan akhirnya dia tak menjawab. Akhirnya ayahnya pun memberi guru itu uang untuk melunasi seragam Gaby. 

Setelah kajadian itu, aku jadi sedikit curiga dangan Gaby, bahkan ayahnya pun kalau pergi kemana-mana menggunakan mobil mewah, tidak mungkin kan kalau dia tinggal di perumahan kumuh pinggiran kota. Bel pulang pun berbunyi, aku sengaja pulang cepat mendahului teman-temanku di depan, aku menunggu Gaby di pintu gerbang sekolah,  kali ini aku akan mengikutinya, lagian kebetulan juga waktu itu aku tidak membawa kendaraan motorku. 

Terlihat Gaby berjalan sendiri, dimana di saat teman-teman yang lainnya menggunakan motor dan ada juga yang dijemput dengan mobil maupun ojek online nya. Aku mengikuti Gaby, sebelum pulang ia mampir dulu ke sebuah tempat makan, dan membeli banyak sekali makanan, persis seperti yang ku lihat sore lalu. Terlihat dia kesusahan membawa makanan yang banyak itu, wajar saja sih, dia kan siang tadi tidak ke kantin untuk makan siang sudah pasti tubuhnya menjadi lemas. Pada akhirnya akupun tidak tega melihatnya, akupun menghampirinya dan menyapanya, sambil sedikit berniat untuk membawakan makanan itu. "Gaby, sini biar aku bantu", Ucapku di belakangnya. " Briyan, kamu ngapain di sini "ucapnya dengan nada yang agak terkejut. Akupun langsung mengambil kantung plastik yang berisi makanan yang sangat banyak itu. Gaby pun terlihat sepert meng-iyakan nya. 

Dan akhirnya akupun mengikuti Gaby ke perkampungan kumuh itu, Gaby berkata dengan nada pelan dan sambil menundukkan kepala , " Kamu beneran mau ikut?? ", aku hanya mengangguk pelan pada waktu itu. Terlihat banyak sekali anak-anak kecil yang sedang bermain di sekitaran jalan, mereka sangat ramah dengan Gaby. Tapi tak jarang juga orang yang menatap sinis ke arahku, aku tidak mengerti apa yang telah terjadi disini. 

Setelah sedikit menyusuri perkampungan itu, Gaby menuju ke sebuah penampungan, tidak itu adalah panti jompo. Terlihat Gaby sangat ramah sambil memberikan makanan-makanan tadi yang telah ia beli tadi. Tak lupa akupun di berikanya, lalu aku, Gaby dan orang-orang yang ada di panti itupun makan bersama, terlihat kebersamaan yang sangat kental disini. Berbeda sekali dengan keluargaku dan lingkungan ku, dimana mereka semua hanya sibuk bekerja dan mencari kepuasan duniawi. 

Tak lama setelah selesai makan, aku melihat Gaby merawat dan sangat memperhatikan orang-orang tua yang ada di sana. Tiba-tiba aku dihampiri oleh laki-laki pengurus panti itu, ia menceritakan kalau dulunya Gaby bukanlah orang yang diterima disini. Itu semua karena ayah Gaby adalah pengusaha sukses yang telah merampas sebagian besar tempat tinggal orang-orang di sini. Oleh karena itu, mungkin saja Gaby ingin mempertanggungjawabkan perbuatan ayahnya tanpa sepengetahuan orang-orang di sekitarnya. 

Tag
Share