Sasa Sang Anak Indigo
-ILUSTRASI NICK MAGWOOD/PIXABAY-
Nasywa Aqiila Putri
Siang itu, cuaca cukup terik menyinari wajah salah satu siswi yang sedang beristirahat di bawah pohon beringin. Lokasinya sangat dekat dengan lapangan basket sekolah. Sasa nama panggilan siswi tersebut. Namanya cukup terkenal di kalangan tiga angkatan tahun ini. Popularitasnya cukup menarik karena dia dianggap "orang yang tidak waras" hanya karena sering berbicara sendiri, tetapi sebenarnya dia sedang berbicara dengan teman sekolahnya, si penunggu pohon beringin.
Tidak semua orang tahu bahwa sebenarnya Sasa merupakan anak indigo. Lagi pula tidak akan ada orang yang bertanya tentang pengalaman batinnya tersebut. Secara tiba-tiba, Sasa merasakan ada embusan angin yang menerpa tengkuknya, dia lalu mengembuskan napasnya dengan berat.
BACA JUGA:Jangan Berikan Makanan Ini Kepada Anak Saat Berpuasa
"Tolong jangan menggangguku hari ini, Farah!" ketus Sasa. Saat itu sedang ramai anak kelas X yang sedang berolahraga dan dia tidak ingin menjadi topik “pergosipan” lagi untuk hari ini.
"Aku hanya ingin kamu membantu temanku," lirih Farah. Mendengar hal itu, Sasa langsung berdiri dari tempatnya, menatap tak suka ke arah Farah karena lagi-lagi Farah tanpa meminta izin darinya menyetujui permintaan dari temannya itu agar membantunya pergi dari dunia ini.
"Aku tidak mau, Farah! Karena kejadian kemarin lusa nyawaku hampir hilang!" jawab Sasa dengan nada tegas.
BACA JUGA:Tim Penanganan Harimau Diperkuat, Minta Bantuan Satgas Penanganan Gajah
Murid kelas X yang melihat Sasa berbicara dengan dirinya sendiri lagi langsung memandang aneh ke arahnya. "Tuh kan! Lagi-lagi anak itu berbicara sendiri," bisik salah satu murid yang berada di belakang Sasa.
Merasa keadaan semakin riuh, Sasa beranjak dari tempatnya. Ah, sial. Ini semua karena Farah. Karena hal ini, dia akan kembali menjadi bahan gosip adik kelasnya. Dia hanya ingin hidup tenang walaupun hanya sebentar.
"Apa-apaan, ini!"
Dengan langkah cepat, Sasa bergegas menuju perpustakaan, tempat favoritnya yang baru. Sebelumnya, tempat untuk dia menyendiri sambil mendengarkan musik telah ramai oleh murid kelas X yang selalu bermain musik sehingga memaksanya pindah ke perpustakaan. Di tempat ini, dia bisa tenang sesaat walaupun banyak penunggu tak kasatmata yang menampakkan diri seperti kejadian yang pernah dialaminya.
Kemarin siang, saat dia sedang membaca buku pada pukul 11.00, terlihat pocong merah menampakkan diri di depannya. Untung saja dia bisa mengendalikannya. Jika tidak, pocong itu akan terus mengganggu. Di lain sisi, pintu berwarna cokelat kini berada di hadapannya. Sasa membuka pintu tersebut dengan perlahan.
Kriet…