Pasangan Sejati, Eva-Deddy Isyaratkan Maju Kembali
JAWAB PERTANYAAN WARTAWAN Wali Kota BandarlampungĀ Eva Dwiana bersama Wakil Wali Kota Deddy Amarullah usai membuka Musrenbang Kota Bandarlampung tahun 2024 di aula Semergou, Jumat (22/3). - FOTO MELIDA ROHLITA/ RADAR LAMPUNG-
BANDARLAMPUNG - Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana mengisyaratkan maju kembali pada pemilihan wali kota (pilwakot) November 2024 mendatang. Hal itu dirinya sampaikan ketika menjawab pertanyaan apakah akan maju kembali di Pilwakot Bandarlampung.
Dirinya langsung menjawab, ”Doakan saja. Kita pasangan sejati dengan Pak Deddy Amarullah,” ucapnya seraya memanggil Deddy Amrullah dan menyodorkannya kepada wartawan usai membuka Musrenbang Kota Bandarlampung tahun 2024 di aula Semergou, Jumat (22/3).
Bunda Eva --sapaan akrabnya-- juga turut berterimakasih dengan adanya putusan Mahjkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatannya hingga terpilih dan dilantiknya kembali wali kota hasil Pilkada serentak 2024.
“Alhamdulillah, ini berkat doa kita semuanya. Harapannya semua lebih baik lagi. Dan, ini saya bersama Pak Deddy mengucapkan banyak terimakasih atas putusan tersebut,” tandasnya yang pada Pilwakot tahun 2021 lalu diusung PDIP untuk menjadi Wali Kota Bandar Lampung pada Pilwakot tahun 2021 lalu.
BACA JUGA:Menghilang 4 Tahun, Eks Kadis PU Bawa Setoran Fee Proyek Rp7 M
Diberitakan sebelumnya, babar baik bagi seluruh kepala daerah (gubernur, walikota, dan bupati) hasil Pilkada 2020. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan 11 kepala daerah (kada) hasil Pilkada 2020. Yaitu masa jabatan semua kepala daerah hasil Pilkada 2020 batal berakhir pada tahun 2024.
Itu sebagaimana Putusan Perkara Nomor 27/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Rabu (20/3) lalu. Keputusan ini atas pemohon dalam perkara tersebut yakni Gubernur Jambi Al Haris, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi, Bupati Pesisir Barat Agus Istiqlal, Bupati Malaka Simon Nahak, Bupati Kebumen Arif Sugiyanto, Bupati Malang Sanusi, Bupati Nunukan Asmin Laura, Bupati Rokan Hulu Sukiman, Wali Kota Makassar Ramdhan Pomanto, Wali Kota Bontang Basri Rase, dan Wali Kota Bukit Tinggi Erman Safar.
Para pemohon dalam salah satu poin petitumnya meminta MK menyatakan pasal 201 ayat 7 UU 10/2016 yang berbunyi, “Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai tahun 2024” bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota oleh KPU hasil pemilihan tahun 2025.”
Terhadap dalil para pemohon tersebut, MK kemudian memberikan sejumlah pertimbangan dengan menyatakan memahami maksud permohonan para pemohon terkait norma Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 telah menyebabkan para pemohon sebagai kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 tidak dapat menjabat selama 5 tahun penuh sebagaimana mestinya sesuai dengan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016. Hal itu dikarenakan harus mengakhiri jabatannya pada tahun 2024.
BACA JUGA:Sudah Sebulan Berlalu, Harimau Belum Tertangkap
Namun demikian, MK menegaskan para kepala daerah hasil Pilkada 2020 itu harusnya sadar bahwa pasal tersebut sudah ada sejak tahun 2016 atau sebelum mereka menjadi calon kepala daerah pada Pilkada 2020. “Para pemohon sudah seharusnya pula mengerti bahwa ketika dirinya terpilih menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah maka tidak akan penuh menjabat selama 5 (lima) tahun,” ujar MK.
Meski demikian, MK menyatakan memaksimalkan masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil pemilihan tahun 2020 tanpa mengganggu agenda penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara serentak adalah suatu bentuk keseimbangan antara hak konstitusional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil Pilkada 2020 dengan kepastian hukum atas terselenggaranya Pilkada serentak 2024.
“Di samping itu, menjadikan waktu pelantikan sebagai batas masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil pemilihan tahun 2020 dapat mendekatkan dan sekaligus mewujudkan ketentuan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Atas dasar itu, MK pun mengubah isi pasal 201 UU Pilkada dengan amar putusannya sebagai berikut: