Akhirnya Kepala BPKAD Lampura Mikael Saragih Buka Suara Honorarium BUD

Kepala BPKAD Lampura Mikael Saragih.-Foto Dok BPKAD Lampura-

KOTABUMI - Setelah lama bungkam, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lampung Utara (Lampura), Mikael Saragih akhirnya buka suara mengenai honorarium Bendahara Umum Daerah (BUD). 

Menurutnya, dasar hukum yang mereka gunakan dalam penetapan besaran honorarium BUD telah kuat sesuai demgan mekanisme. “Nggak,” bantah Kepala BPKAD Lampura, Mikael Saragih saat ditanya mengenai dugaan ketidaksesuaian penetapan besaran honorarium BUD itu dengan peraturan presiden, kepada awak media.

Mikael Saragih beralasan dasar hukum yang mereka gunakan untuk hal tersebut telah cukup lengkap. Mulai dari Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, permintaan izin dengan Kementerian Dalam Negeri, izin Kementerian Keuangan, dan hasil kajian dari Universitas Lampung, dan peraturan bupati.

Ditambah lagi dengan fakta peraturan presiden atau Perpres tidak mengatur secara jelas mengenai hal tersebut (honorium). “Kami masih berkoordinasi dengan BPK karena di Pepres tidak cukup mengatur tentang itu,” kata dia.

BACA JUGA:Tarif Parkir di Metro Naik, Motor Rp 2 Ribu Mobil Jadi Rp3 Ribu

Lantaran masih dalam proses koordinasi dan belum ada kesimpulannya, pihaknya hanya bisa menunggu apakah BPK menganggap hal tersebut telah sesuai aturan atau malah sebaliknya. Bisa saja nantinya ada pengurangan besaran honorarium BUD di masa mendatang.

“Lebih bagus tunggu dulu hasil dari mereka sehingga kami tidak mendahului,” kata dia. Disinggung mengenai dugaan yang sama tentang masuknya Bupati dan Wakil Bupati Lampura dalam daftar penerima honorarium, Mikael Saragih bersikeras hal tersebut telah sesuai aturan. Dasarnya, sama seperti yang disebutkannya di bagian atas.

Meski begitu, ia tak membantah jabatan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (Bupati) dan pembantu pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (wakil bupati) memang tidak secara jelas diatur dalam Perpres. 

Namun, kata dia, kebijakan ini sebuah diskresi (kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi) yang dapat diambil. “Apabila tidak ada ketentuan yang tidak cukup mengatur tentang itu, maka bupati dan wakil bupati ada hak diskresi,” kelitnya lagi.

BACA JUGA:Kenal di Medsos dan Dijanjikan Gaji Tinggi, Korban Malah Dijadikan ART

Adapun besaran honorarium yang diterima oleh bupati dan wakil bupati Lampura mencapai puluhan juta per bulannya. Namun, besaran honorarium mereka tidak sama. Selisih honorarium antarkeduanya mencapai belasan juta.

“Kami belum bisa ambil kesimpulan. Kami tunggu mereka (BPK)” terang dia saat ditanya mengenai adanya kemungkinan bupati dan wakil serta lainnya mengembalikan honorarium tersebut jika dinyatakan tidak sesuai aturan.

Diketahui, besaran honorarium penanggung jawab pengelola keuangan di BPKAD Lampura diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional sebagaimana yang dirubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023. 

Sebab, besaran honorarium yang ditetapkan tersebut melewati besaran satuan honorarium yang diatur dalam peraturan tersebut. Bahkan, kabarnya besaran honorarium ini juga telah dipersoalkan oleh pihak BPK.

Tag
Share