Relaksasi Sementara Refaksi Ubi Kayu, Petani–Pengusaha Sepakat Dukung HAP
BERI PENJELASAN: Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setprov Lampung Mulyadi Irsan usai rapat tindak lanjut penerapan HAP ubi kayu di ruang Sungkai, Senin (1/12).-FOTO PRIMA IMANSYAH PERMANA -
BANDARLAMPUNG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menetapkan langkah relaksasi sementara terhadap aturan refaksi dalam harga acuan pembelian (HAP) ubi kayu sebagai respons atas kondisi pasar dan tingginya stok tapioka di gudang. Kebijakan ini diputuskan dalam rapat tindak lanjut penerapan HAP ubi kayu di ruang Sungkai, Senin (1/12).
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setprov Lampung Mulyadi Irsan menjelaskan bahwa Pergub Nomor 36 Tahun 2025 telah mengatur harga acuan pembelian ubi kayu sebesar Rp1.350 per kilogram dengan batas refaksi maksimal 15 persen tanpa mengacu kadar aci. Namun untuk menjaga stabilitas dan menyesuaikan dengan kondisi pasar, pemprov mengeluarkan surat edaran relaksasi sebagai kebijakan sementara.
”Mulai hari ini (kemarin), 1 Desember sampai 25 Desember, refaksi maksimal menjadi 25 persen. Lalu dari 26 Desember sampai 25 Januari 2026 menjadi 20 persen. Setelah itu kembali ke refaksi normal 15 persen,” ujar Mulyadi.
Ia menegaskan relaksasi ini sudah disetujui Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) dan menjadi langkah menjaga ekosistem antara petani dan industri. ”Kita ingin tata niaga dan tata kelola ubi kayu di Lampung menjadi model nasional, pengungkit kesejahteraan petani,” tegasnya.
Menurutnya, pemprov juga sudah menyiapkan tim pengawasan lapangan melalui SK Gubernur. Tim ini terdiri dari unsur pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, PPUKI, dan Satgas Pangan. “Sesuai regulasi, sanksi dimulai dari teguran tertulis 14 hari, kemudian 7 hari, hingga pencabutan izin. Kita ingin semua pihak patuh,” tegas Mulyadi.
Pada kesempatan sama, Ketua PPUKI Lampung Dasrul pun menyatakan persetujuan penuh atas relaksasi refaksi yang ditetapkan pemprov. “Kami petani se-Provinsi Lampung sepakat dengan relaksasi 25 persen hingga 25 Desember dan 20 persen hingga 25 Januari. Syaratnya umur singkong minimal delapan bulan dan bersih dari kayu maupun tanah,” ujarnya.
Dasrul menegaskan, harapan besar agar seluruh industri konsisten menjalankan kesepakatan yang telah ditandatangani. “Mulai 26 Januari 2026, semuanya harus kembali mengikuti Pergub. Kami dukung penuh pak gubernur dan Pemprov Lampung. Semoga ini membawa kemakmuran bagi petani,” katanya.
Dukungan juga disampaikan Wakil Ketua Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTII), Heru. “Kami patuh terhadap keputusan Gubernur. Tapi jika ada anggota kami yang nakal, kami minta tim pemantau menindak sesuai tahapan sanksi. Kami siap mendukung aturan yang berlaku,” ujarnya.
Sementara, perwakilan Lambang Jaya Group, Tigor, menyebut pihaknya akan mengikuti seluruh ketetapan pemprov dan mengingatkan bahwa banyak pihak luar mencoba memanfaatkan situasi. “Kalau ada yang kurang, mari duduk bersama. Kita bangun kemitraan yang sehat. Prinsip kemitraan bukan hanya harga, tapi bagaimana meningkatkan produktivitas petani,” kata Tigor.
Ia mencontohkan PT Sinar Pematang Mulia yang kini membina petani dalam pola kemitraan yang lebih komprehensif. “Petani maju, pengusaha maju, Lampung bersinar,” ujarnya.
Tim Satgas Pemantau Pergub Ubi Kayu, Ardiansyah, juga menegaskan akan menjalankan pengawasan ketat. “Pergub dibuat untuk ditaati. Jika ada pelanggaran di lapangan, segera laporkan. Kami akan menegakkan aturan sesuai ketentuan Gubernur,” tegasnya.
Dengan disepakatinya relaksasi refaksi dan diperkuatnya pengawasan lapangan, tandasnya, Pemprov Lampung berharap tata kelola ubi kayu menjadi lebih stabil dan berpihak pada kesejahteraan petani tanpa mengganggu keberlangsungan industri tapioka. (pip/c1/rim)