UMP 2026 Diusulkan Naik 15 Persen
Ketua Umum FPSBI-KSN Yohanes Joko Purwanto-FOTO PRIMA IMANSYAH PERMANA -
BANDARLAMPUNG – Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia-Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI-KSN) mengusulkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026 sebesar 15 persen. Usulan tersebut didasari perhitungan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Ketua Umum FPSBI-KSN Yohanes Joko Purwanto menegaskan bahwa praktik politik upah murah yang terjadi di Indonesia selama ini telah memiskinkan pekerja.
BACA JUGA:Ombudsman Minta Laporkan, DPRD Nilai Program PTSL Gagal
Ia menilai sistem kapitalisme yang melandasi kebijakan pengupahan membuat buruh terus terjebak pada upah minimum, tanpa peningkatan berarti meski memiliki masa kerja dan prestasi.
“Kalau melihat politik upah murah dengan sistem kapitalisme yang terjadi di Indonesia ini, praktiknya membuat kita semua miskin. Yang terjadi kemudian adalah sistem kerja kontrak dan outsourcing, banyak hal yang tidak berpihak kepada buruh, termasuk soal upah,” kata Joko saat ditemui di Ruang Abung Balai Keratun, Selasa 11 November 2025.
Menurutnya, UMP seharusnya hanya berfungsi sebagai jaring pengaman sosial atau standar upah terendah, bukan menjadi patokan tunggal yang digunakan perusahaan untuk menggaji seluruh pekerja tanpa mempertimbangkan masa kerja dan kinerja.
“Harusnya ada kontrol kuat dari pemerintah. Kalau tidak, kawan-kawan buruh ini mau sampai mati kerja tetap saja digaji setara UMP. Itu yang terjadi sekarang, dan pengawasan juga sangat lemah,” ujarnya.
Atas dasar tersebut, FPSBI-KSN mengusulkan kenaikan 15 persen. Sebab, berdasarkan perhitungan, rata-rata inflasi dan pertumbuhan ekonomi Lampung dari Januari hingga November 2025 mencapai lebih dari 8,5 persen.
Kenaikan tersebut juga memperhitungkan indeks tertentu dan kebutuhan keluarga dengan dua anak (K2).
“Kalau dihitung standar rata-rata menurut Mahkamah Konstitusi, UMP itu harus memperhitungkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Di Lampung, angka itu sudah di atas 8,5 persen, jadi wajar kalau kami usulkan naik 15 persen,” terangnya.
Joko juga menyoroti adanya daerah yang memasukkan variabel pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam penentuan indeks tertentu, seperti yang terjadi di Bandar Lampung.
Padahal, menurutnya, Lampung tidak mengalami PHK massal sebagaimana daerah industri besar seperti Tangerang.
“Lampung tidak ada PHK massal, kok malah memasukkan indikator PHK dalam indeks tertentu. Itu tidak masuk akal dan justru menekan angka kenaikan UMP,” tegasnya.
FPSBI-KSN berharap, pemerintah daerah dan Dewan Pengupahan dapat mempertimbangkan secara objektif usulan kenaikan 15 persen tersebut, demi menjamin upah layak dan kehidupan yang lebih manusiawi bagi para buruh di Lampung.