Ratusan IKM di Metro Belum Miliki Sertifikat Halal
Kabid Industri, Amran Syahbani--
METRO — Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perindustrian Kota Metro menyebut sekitar 431 Industri Kecil Menengah (IKM) belum memiliki sertifikat halal.
Kepala Bidang (Kabid) Industri Dinas Koperasi, UMKM, dan Perindustrian Kota Metro, Amran Syahbani, mengatakan dari data yang dimiliki, sampai dengan bulan Desember 2024 sebanyak 1700 pelaku usaha dari total 2.131 IKM telah bersertifikat halal berdasarkan data Kementerian Agama.
"Untuk sisanya, sekitar 431 IKM masih belum memenuhi standar legalitas. Saat ini sertifikasi halal menjadi syarat wajib bagi produk pangan dan konsumsi di Indonesia," ujarnya.
Dikatakannya, pengurusan sertifikat halal tersebut juga menjadi tantangan tersendiri, sebab sebagian besar produk adalah Produk Industri Rumah Tangga (PIRT).
“Pengurusan sertifikat halal untuk produk PIRT ini memang membutuhkan waktu dan prosesnya cukup panjang. Walaupun proses pengurusannya itu panjang, tapi sertifikasi halalnya itu gratis bagi pelaku IKM sampai saat ini. Pada dasarnya itu banyak pelaku usaha yang malas mengurusnya,” ungkapnya.
Menurutnya, masih ada IKM yang bersertifikat halal tak hanya karena malas, sebaguan besar mungkin belum mengetahui proses administrasinya dan juga masih kurangnya pendampingan teknis.
"Sebab, banyak pelaku IKM ini yang tidak memahami bagaimana alur pengajuan, biaya, dan juga manfaat dari sertifikasi halal bagi perluasan pasar mereka," katanya.
Bahkan, dari ribuan pelaku usaha di Bumi Sai Wawai, baru 179 IKM yang terdaftar dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
Ia menilai, persoalan tersebut sebenarnya tak hanya mengenai teknis perizinan, tetapi masih lemahnya publikasi terhadap pelaku IKM di Kota Metro.
“Para pelaku IKM di Metro belum ada eksposur atau publikasi. Jadi hal-hal inilah yang menjadi kendala bagi pemerintah kota dalam melakukan pendampingan dan memberikan dukungan publikasi,” jelasnya.
Ia menambahkan, publikasi ini tak hanya terkait promosi, tetapi juga ini adalah bagian dari strategi untuk memperkuat citra produk, dan menambah kepercayaan publik terhadap produksi lokal.
“Ketika kita bicara publikasi, kita akan bicara soal anggaran. Dan anggaran publikasi itu ya tidak bisa sedikit,” tandasnya.
Oleh karena itu, Amran mendorong pelaku usaha untuk dapat memanfaatkan media sosial dan teknologi informasi sebagai sarana promosi murah dan efektif di era digitalisasi ekonomi ini.
"Sebab, inilah yang mesti dimanfaatkan. Media sosial bisa menjadi alat promosi yang kuat tanpa perlu biaya besar untuk publikasi di media massa. Yang terpenting, mereka mau belajar dan juga konsisten,” pungkasnya.(*)