KPK Tahan Gubernur Riau Kasus Pemerasan Proyek Jalan Rp106 M
PAKAI ROMPI ORANYE: KPK menahan Gubernur Riau Abdul Wahid terkait dugaan pemerasan anggaran proyek jalan Rp 106 miliar. -Foto Beritasatu/Yustinus Paat-
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) setelah menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait penambahan anggaran proyek infrastruktur tahun anggaran 2025.
Kasus tersebut bermula dari peningkatan anggaran di unit pelaksana teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau, yang melonjak dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar, atau bertambah sekitar Rp106 miliar.
Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan dua tersangka lain, yakni M. Arief Setiawan (MAS) selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, serta Dani M. Nursalam (DAN) yang merupakan tenaga ahli Gubernur Riau.
“Setelah dilakukan pemeriksaan dan ditemukan cukup bukti, KPK menaikkan status perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu AW, MAS, dan DAN,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/11).
Tanak menjelaskan, ketiganya dijerat dengan Pasal 12e, 12f, dan/atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk sementara, para tersangka akan menjalani masa tahanan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 4 hingga 23 November 2025.
Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK, sementara dua tersangka lainnya dititipkan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.
“Kami mengapresiasi dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat Riau dan kepolisian daerah, yang turut membantu mengungkap perkara ini. Pemberantasan korupsi membutuhkan kolaborasi semua elemen bangsa,” tambah Tanak.
KPK mengungkap bahwa Abdul Wahid diduga menerima uang hasil pemerasan secara berulang kali sebelum dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Provinsi Riau pada Senin (3/11).
Dalam operasi tersebut, tim KPK menyita uang tunai Rp1,6 miliar yang diduga berasal dari hasil pemerasan terhadap sejumlah rekanan proyek di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau.
“Uang yang diamankan merupakan bagian dari beberapa penyerahan sebelumnya. Jadi bukan yang pertama, melainkan sudah terjadi berulang,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (4/11).
Budi menambahkan, modus pemerasan dilakukan melalui pengaturan proyek dan penambahan anggaran di Dinas PUPR.
Terdapat dugaan adanya “jatah khusus” atau potongan sekian persen dari anggaran proyek yang disetorkan kepada kepala daerah melalui dua orang kepercayaannya, yakni Tata Maulana dan Dani M. Nursalam.
“Dalam setiap penambahan anggaran proyek, ada permintaan jatah untuk kepala daerah yang disalurkan melalui orang kepercayaannya. Itulah pola yang kami temukan dalam kasus ini,” pungkas Budi.(*)