Program Air Bersih untuk Warga Miskin Justru Dikorupsi

DIDAKWA: Febriyansyah, fasilitator atau pendamping pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kelurahan Waylunik, Kecamatan Panjang, Bandarlampung, kini harus duduk di kursi pesakitan.-FOTO LEO DAMPIARI -
BANDARLAMPUNG – Program pemerintah yang seharusnya menghadirkan air bersih bagi masyarakat justru menjadi ladang korupsi.
Febriyansyah, fasilitator atau pendamping pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kelurahan Waylunik, Kecamatan Panjang, Kota Bandarlampung, kini harus duduk di kursi pesakitan.
Sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek SPAM tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Bandarlampung mendakwa terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp110 juta dari total anggaran Rp350 juta.
BACA JUGA:Menuju Lampung Lumbung Pangan Nasional
“Terdakwa selaku fasilitator atau pendamping bidang pemberdayaan pada program pembangunan SPAM perdesaan padat karya Kementerian PUPR, bersama-sama dengan almarhum Buchari selaku Ketua KSM Kamboja Kelurahan Way Lunik, melakukan penyusunan laporan pertanggungjawaban fiktif dan markup penggunaan dana,” tegas JPU Rol Rocky saat membacakan dakwaan.
Program SPAM Perdesaan Padat Karya milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu sejatinya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat di kawasan permukiman padat yang sulit mendapat akses air layak.
Namun dalam pelaksanaannya, Febriyansyah yang dipercaya sebagai fasilitator lapangan justru memanfaatkan peran tersebut untuk mengutak-atik laporan keuangan. Bersama rekannya Buchari (yang kini telah meninggal dunia), terdakwa menyusun laporan fiktif yang seolah-olah seluruh kegiatan proyek telah dilaksanakan sesuai rencana.
Padahal, menurut jaksa, sebagian besar komponen pekerjaan tidak pernah dilakukan secara penuh. Beberapa item pengadaan bahkan dimark-up hingga dua kali lipat dari harga sebenarnya. Akibatnya, proyek yang seharusnya menghadirkan air bersih bagi warga miskin tidak berjalan optimal, sementara uang negara menguap ke kantong pribadi.
Dalam ruang sidang, Febriyansyah tampak tenang namun pasrah. Mengenakan kemeja putih dan masker, ia sesekali menunduk, mendengarkan pembacaan dakwaan yang disusun rapi oleh tim jaksa. Tidak ada pembelaan apapun dari terdakwa pada sidang perdana itu.
JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut menjerat pelaku yang menyalahgunakan kewenangan hingga menimbulkan kerugian negara, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar. (leo/c1/yud)