DPRD Lampung Soroti Rendahnya Realisasi Retribusi Daerah, Bakal Panggil OPD “Malas”

Wakil Ketua Komisi III DPRD Lampung Yozi Rizal--

Salah satu OPD yang capaian pendapatan asli daerah (PAD)-nya tidak sampai 50 persen adalah Dinas Perhubungan Provinsi Lampung. 

Targetnya tidak sebanyak OPD-OPD lain, hanya Rp167.870.200. Namun sudah masuk triwulan III, baru tercapai Rp57. 238.400 atau 34,10 persen dari target total. 

Realisasi retribusi terbesar berasal dari pemanfaatan lahan di Desa Branti Raya. Dari total potensi lahan seluas 1.124.344 meter persegi, sebanyak 54.552 meter persegi telah disewa oleh 91 penyewa, dengan kontribusi retribusi mencapai Rp40.080.000.

Sementara itu, di Desa Taman Sari, Pesawaran, dari total lahan 4.355 meter persegi, baru 569 meter persegi yang dimanfaatkan oleh tiga penyewa, namun hingga kini belum ada realisasi pembayaran sewa. 

Di wilayah Tanjung Bintang, dari 1.690 meter persegi yang tersedia, baru 30 meter persegi dimanfaatkan oleh satu penyewa dengan realisasi sebesar Rp600 ribu.

Pada aset Terminal Mulyojati, dari total lahan 18.010 meter persegi, sebanyak 681,92 meter persegi telah disewa oleh 10 penyewa dan menyumbang Rp6.298.400. Di kawasan Pahoman, dari 450 meter persegi yang tersedia, 111 meter persegi dimanfaatkan oleh tiga penyewa dengan realisasi Rp2.220.000.

Adapun lahan di Kemiling seluas 2.976 meter persegi telah disewa 402 meter persegi oleh 10 penyewa dengan pemasukan Rp8.040.000.

Kepala Dinas Perhubungan Lampung, Bambang Sumbogo, menjelaskan bahwa pengelolaan lahan tersebut baru dilimpahkan ke Dishub sekitar dua hingga tiga tahun terakhir melalui Surat Keputusan Gubernur. 

Sebelumnya, aset berada di bawah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan sebagian besar lahan dimanfaatkan tanpa kontribusi oleh masyarakat.

“Selama ini masyarakat memanfaatkan lahan seperti tak bertuan. Sekarang kami ajak mereka tertib. Sewanya murah, hanya Rp300 per meter per tahun. Tapi saya tidak bisa langsung keras ke masyarakat, pendekatannya bertahap,” ujar Bambang.

Ia mengungkapkan, Dishub saat ini masih mengedepankan pendekatan persuasif untuk menarik retribusi, terutama pada warga yang menggarap lahan di Desa Branti Raya—area seberang landasan pacu yang nantinya akan digunakan untuk Terminal 2 Bandara. Di lokasi tersebut warga menanam padi, singkong, ataupun komoditas lain.

“Beberapa tanaman sebenarnya tidak boleh, seperti padi dan jagung karena bisa mengundang burung yang berbahaya untuk penerbangan. Singkong atau tanaman akar masih diperbolehkan,” jelasnya.

Bambang menuturkan bahwa jika imbauan tidak diindahkan, Dishub siap mengirimkan surat peringatan dan memberikan sanksi, termasuk pengalihan lahan kepada pihak lain yang bersedia menyewa.

“Nanti kalau ada temuan, saya bersurat. Kalau yang tidak bayar akan kena sanksi atau lahannya kita alihkan. Data penyewa dan yang menunggak sedang kami siapkan. Kalau perlu, tolong bantu dipublikasikan agar mereka sadar,” tegasnya.

Bambang menyebut untuk lahan di Desa Branti Raya total luas lahan yang dimanfaatkan masyarakat diperkirakan sekitar 30–60 hektare dari potensi 100 hektare. Optimalisasi retribusi sekaligus menjadi masa transisi sebelum kawasan tersebut disiapkan untuk pengembangan bandara internasional.

Tag
Share