DLH Bandarlampung ’’Cueki’’ DPRD

-FOTO IST-

Terkait Izin Amdal LPL

BANDARLAMPUNG - Polemik proyek Living Plaza Lampung (LPL) di Rajabasa Nunyai, Kota Bandarlampung, memanas. Setelah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menyatakan bahwa dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek tersebut sudah ada sejak 2021, Komisi III DPRD Bandarlampung justru mengaku tak pernah mengetahui keberadaannya.

Kepala DLH Bandarlampung Yusnadi Ferianto menegaskan amdal Living Plaza telah rampung sejak beberapa tahun lalu, tetapi pelaksanaan proyeknya sempat tertunda akibat pandemi Covid-19.

’’Ada izin amdal-nya. Setahu saya sempat berhenti karena pandemi dan sekarang dilanjutkan,” kata Yusnadi saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (15/10).

BACA JUGA:Lima OPD Tak Capai Target 50 Persen

Ia melanjutkan penyusunan amdal dilakukan sebelum dirinya menjabat kepala dinas. Meski begitu, Yusnadi memastikan seluruh prosedur telah sesuai ketentuan, termasuk melibatkan masyarakat sekitar dalam tahap konsultasi publik.

’’Proses amdal panjang dan pasti melibatkan masyarakat. Semua sudah mengikuti aturan yang berlaku,” tegasnya.

Namun ketika ditanya soal peta tata letak atau siteplan proyek, Yusnadi mengaku hal itu berada di ranah Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim). ’’Untuk siteplan-nya bisa ditanyakan ke Disperkim. Kalau soal amdal memang sudah ada,” ujarnya tanpa menyebutkan nomor izinnya.

Terpisah, Ketua Komisi III DPRD Bandarlampung Agus Djumadi mengaku belum pernah menerima dokumen amdal, UPL, atau izin teknis apa pun dari pihak DLH maupun Disperkim.

’’Sejak 2021 proyek ini sudah kami perhatikan. Tetapi sampai hari ini kami di komisi belum mendapat dokumen resmi. Bisa saja izin lengkap di atas kertas, tetapi tidak transparan dalam praktiknya,” tandas Agus, Selasa (14/10).

Politikus PKS itu menilai tidak diketahuinya dokumen amdal oleh lembaga legislatif menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi. Ia bahkan menilai proyek tersebut berpotensi menimbulkan persoalan lingkungan baru, khususnya terkait risiko banjir di kawasan Rajabasa.

“Lokasinya saja sudah sering banjir sebelum dibangun. Kalau nanti ada mal besar berdiri tanpa pengelolaan drainase yang matang, bisa jadi bencana baru,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Yusnadi menduga ketidaktahuan anggota DPRD disebabkan oleh pergantian periode keanggotaan dewan. “Mungkin karena periode sebelumnya yang tahu. Yang sekarang belum dapat informasinya,” ujarnya singkat.

Namun, pernyataan tersebut justru memicu reaksi publik. Sejumlah pihak mempertanyakan bagaimana dokumen lingkungan selengkap AMDAL bisa tidak diketahui oleh wakil rakyat yang bertugas mengawasi kebijakan pembangunan daerah.

Tag
Share